Senin, Mei 12, 2008
Arsitek Lansekap Tanpa Tulang Belakang


B
ila semua organ tubuh telah tercipta dan tersusun pada tempat sesuai fungsinya tapi tanpa disertai dengan tulang belakang,maka kesempurnaan itupun menjadi pupus terciptalah kondisi “hidup tak mau matipun enggan”.
Karena manusia akan seperti boneka-boneka sandiwara yang bergerak atas keinginan serta kebutuhan sang dalang yang mengatur lewat tali temali pengerak di tangannya.

Kira-kira seperti itulah kehidupan seorang arsitek lansekap didunia profesi ,jika dalam kehidupannya berpraktisi tidak memiliki ‘tulang belakang’ yang kokoh atau kata lainnya ”Landscape Architect without backbone”.
Tulang belakang yang menjadi soko tiang penyangga seorang arsitek lansekap untuk dapat berdiri eksis dalam dunia arsitektur lansekap di bumi Indonesia khususnya dan dunia internasional pada umunya.

Pernahkah kita telusuri dan coba merenungkan sejenak……????
Faktor apa yang menjadi dasar motivasi kita berkecimpung dalam berkehidupan dalam berprofesi,

faktor uang kah...?
faktor kebutuhan hidup..........?
faktor ambisi.........?
atau mungkin faktor idealisme...????



Dan jangan kaget jika diurut satu persatu dalam kehidupan berprofesi sebagai arsitek lansekap akan kita sampai pada satu kata mantera sakti yang menjadi dasar dominan landasan dalam berkehidupan berprofesi ditanah air yaitu ” DUIT”
Akibatnya semua argumentasi untuk melakukan tindakan peningkatan diri maupun kualitas sumber daya tidak jauh dari sasaran pokok tersebut yaitu bagaimana untuk dapat mendapatkan ’duit’ lebih banyak lagi.

Semua tindakan yang dilakukan untuk meningkatkan keahlian dilandasi keinginan untuk dapat meraup duit lebih banyak lagi karena dipikir jika keahlian makin maju duit akan lebih mudah di cari,lainnya berusaha untuk meningkatkan kinerja kantor lansekap sehingga keuntungan profit menjadi lebih besar,berdiskusi membuat sistim startegis pemasaran yang jitu bagi marketing jasa lansekap sehingga banyak pelanggan dan makin banyak duit yang terkumpul.
Semua tidak lepas dari kata sakti motor penggerak “DUIT”

Akibatnya....

Terciptalah manusia-manusia boneka arsitek lansekap kapitalis yang tidak akan dapat bergerak tanpa adanya peran seorang dalang .Kekuatan dan Nilai luhur yang terkandung didalam keilmuan arsitektur lansekap menjadi sirna dan tidak dapat berfungsi secara optimal ,hidup matipun seorang arsitek lansekap ditentukan oleh sang dalang, kapan sebuah boneka arsitek lansekap akan di tayangkan tergantung ’mood’ dari si dalang

Ketertarikan masyarakat atau lebih khususnya calon mahasiswa baru terhadap ilmu arsitektur lansekap menjadi pudar,karena jika alasan hanya untuk mencari duit,masih banyak cara atau jalan pintas lainnya,tidak harus mengendarai kereta jurusan arsitektur lansekap,apalagi jika bapak seorang konglomerat ternama atau mungkin anak sulung yang dibanggakan dari seorang pejabat.masih tersedia kelas VVIP untuk mengendari kereta jurusan warisan pribadi yang bisa dinaiki untuk sekedar mengisi pundi-pundi kehidupan.mau apalagi..??

Memang......
Tidak salah untuk mengatas namakan ’duit’ sebagai dasar motivasi berpraktisi dalam bidang arsitektur lansekap,tapi itu jika fee disain jasa seorang arsitek lansekap jelas di negeri ini.karena kejelasan besar atau kecilnya nilai fee akan ikut mempengaruhi gerak lajunya dinamika kehidupan seorang praktisi arsitek lansekap serta akan mempengaruhi keberpihakkan terhadap kebutuhan masyarakat terhadap lingkungan.

Akan tetapi,jika baku fee jasa seorang arsitek lansekap belum jelas ,bukan tidak mungkin arsitektur lansekap bukanlah jaminan untuk menaikan taraf hidup ,mungkin hanya sekedar bertahan hidup.










Read more!
 
posted by JOHN F.PAPILAYA at 19.47 | Permalink | 1 comments