Minggu, April 05, 2009
TEKNIK MEMBENTUK MANUSIA
Diterjemahkan dari Friederich Dessauer,"streit um die technik",  sumber Teknologi dan dampak kebudayaannya,Yayasan obor indonesia1993.
C
ara terbaik bagi kita untuk mengamati pembentukan manusia oleh Teknik ialah bila kita meninjau sekolah-sekolah (mulai sekolah kejuruan sampai sekolah tinggi teknik), juga secara sungguh-sungguh meninjau pabrik-pabrik serta mengadakan kontak dekat dengan orang-orang disitu

Hal yang paling mengesankan, yang kualami sendiri selama tahun-tahun kuliahku yang pertama, pengalamanku pertama dalam pabrik dan selama masa hidupku selanjutnya dalam dunia teknik, ialah keterikatan ‘kaum teknik pada suatu “wilayah-pimpinan”
Jika saya ingin menyelesaikan suatu tugas teknik, semuanya ditentukan oleh kesanggupanku menguasai diri sendiri, jangan terpengaruh oleh kelesuan, nafsu, prasangka, kecenderungan selera. Dalam pelaksanaan karya teknik manusia harus melepaskan seluruh dirinya dan menuju ke objek.hanya dengan demikian dia secara sadar pada tujuan dapat menembus tabir hukum alam dan melalui karya manusia berkembang kearah realisasi.

Berdisiplin menetap dalam wilayah-pimpinan, tanpa melakukan “kesalahan” baik karena tidak tahu maupun karena kelemahan, itulah yang penting.Siapa yang mempelajari dan melatih diri semua itu selama berpuluh-puluh tahun, siapa yang lulus dari sekolah ini, dialah yang berjalan dalam suatu ruangan dengan batas tertentu.Batas-batas itu ialah hukum-hukum alam raya, yang menjadi sumber karyanya dan yang menentukan batas-batas kemungkinan teknis,tetapi tak seorangpun bertanya, apakah batas-batas itu mutlak, apakah di balik batas-batas tersebut ada suatu “Ketiadaan”,ataukah suatu “Yang Kuasa”
Yang memberikan hukum-hukum itu.

Daripada merenung tentang asal mula dari “wilayah-Pimpinan”itu, pendidikan teknik memberikan tekanan pada “pengendalian diri” yang sungguh-sungguh.Sebab pengendalian diri berarti “latihan”,belajar menghayati aturan-aturan yang tidak boleh dilanggar.



Para peneliti sudah mengalami bahwa di dalam pekerjaannnya tidak berlaku kompromi, sikap menipu sendiri, tetapi hanya penyerahan diri yang sepenuhnya pada perkara yang diteliti. Orang teknik mengalami yang sama juga, bahwa pemikiran-pemikiran dan pelaksanaan-pelaksanaannya terikat, bahwa keberhasilan dan kegagalan karyanya ditunggu oleh suatu pengadilan yang tanpa ampun. Suatu pabrik yang bekerja jelek tidak akan lama hidupnya.Disitulah pendidikan dan pengendalian diri, dan suatu motif dasar lain : tugas itu diserahkan, metodenya dimanfaatkan orang lain ; pergi dari sang pemikir dan sang penghasil buah-buahnya melalui jalan-jalan yang tersembunyi, keseorang sesama manusia yang mereka abdi.

Bila orang terdidik begitu selama bertahun-tahun, dia akan memenangkan hadiah besar berupa kepastian tentang pemenuhan tujuan karyanya. Manusia teknik itu tahu; jika saya setia bekerja dalam wilayah-pimpinanku, jadi dengan penerapan hukum alam dan dengan saran-saran brilian yang mungkin, tanpa lalai dalam hal teknik, maka pekerjaan saya pasti berhasil.

Begitulah kaum teknik adalah orang-orang yang dalam profesinya dapat diandalkan.kalau tidak begitu, tentulah mereka tidak akan sanggup bertekad berbuat hal-hal yang berat dan besar. Maka dunia ikut yakin serba pasti dengan mereka, dan mengharapkan dari mereka pembangunan kembali eropa. Hampir tidak ada kepercayaan yang sepenuh itu pada bidang-bidang lain dalam masyarakat.Apabila dari orang teknik diharapkan agar ikut menyumbang demi suatu keputusan bangsanya atau negaranya, maka sering terjadi bahwa dia merasa tidak pasti, karena dalam hal-hal itu ia tidak menemukan tolak ukur pengarahan seperti dunianya, apabila seorang teknikus keluar dari profesinya, ia mendengar ucapan-ucapan dan pendapat-pendapat yang arahnya tersebar. Dimana buktinya, bagaimana dia dapat menguji kembali, bagaimana menemukan kepastian? Dalam sidang pengadilan ia menemukan pihak-pihak yang saling bertentangan; macam-macam negara punya macam-macam hukum pula, cara pemeriksaan pun serba berbeda.

Para filosofot menanggapi hampir semua pertanyaan dengan jawaban yang saling bertentangan. Sama halnya dengan pandangan ajaran-ajaran ekonomi nasional.

Dimanapun tidak ditemukan tolak-tolak ukur yang tak tergoyahkan seperti dalam bidang ilmu pengetahuan alam dan teknik.Hanya disinlah ada suatu wilayah yang bertafsir tunggal, pemberi ukuran yang sah untuk semuanya; yang memang membutuhkan pengendalian diri, namun menjamin kepercayaan yang pasti dan pemenuhan.

Ketika manusia melihat pesawat terbang naik keudara, ketika orang mengalami sulfonamide betul betul menyelamatkan manusia dari kematian, maka pada saat itu tidak ada lagi keragu-raguan, Tetapi dalam bidang-bidang kemanusiaan lain mana terdapat kepastian pemenuhan? Bukankah kekurangan dalam hal tolak-tolak ukur yang pasti dan tafsir tunggal merupakan ciri dalam ruang masyarakat?Bukankah dalam politik sering terjadi, bagaimana perdebatan tentang suatu pemecahan masalah menuju kepenggunaan kekerasan ? dan bila tentara-tentara saling melabrak, apakah hasilnya lalu pemecahan masalah yang adil dan benar dan tidak seperti sering terjadi, justru yang sama sekali lain? Oleh karena itu banyak kaum teknik merasa enggan menghadapi kehidupan politik.Dia lebih senang berlindung di dalam kejuruannya. Itu harus kita pahami, itu dapat dimengerti. Akan tetapi ada kelemahan yang melekat pada itu, dan tentang hal tersebut kita harus jelas.

Manusia dalam semua permasalahan selalu mencari pegangan.Semua kehidupan tidaklah pasti, terancam: kehidupan bangsa-bangsa, kota- kota, daerah-daerah seperti kehidupan orang perorangan.

Dalam teknik orang dapat menemukan suatu pegangan.Hukum-hukum alam adalah pasti.Pengujiannya menentukan.Tetapi rupa-rupanya di bidang-bidang lain tangan meraih ke dalam ketidak pastian. Hal itu terasa dalam oleh generasi kita. Filsafat eksistensialisme adalah suatu ungkapan juga dari keadaan tersebut. Jika orang selalu sia-sia meraih pegangan yang pasti, ia cenderung untuk menerima suatu tolak ukur yang semu. Itu tampil dalam kekuasaan lahiriah yang memuja diri sendiri serba congkak dan bising. Karena dalam ruang masyarakat manusia teknik tidak menemukan tolak –ukur umum yang pasti tentang yang benar, ia terancam bahaya, bergabung dengan kekuasaan senjata yang berparade dan menerima begitu saja hasil-hasil jangka pendeknya sebagai tolak-ukur dari yang benar dan yang adil. Kemudian datanglah akibat-akibatnya yang tragis, peristiwa-peristiwa terkenal yang selalu saja dibawa-bawa oleh para pengritik teknik, bila mereka berkata ; kaum teknik mengerjakan yang baik maupun yang jahat dengan jerih payah yang sama, karena bagi dia, persoalannya hanyalah ”bagaimana” pelaksanaan tugas. Dan bukan tugas itu sendiri. Teknik bagaikan abdi perempuan, teknikus abdi lelaki bagi sembarang tuan.memanglah kritik-kritik teknik seperti itu sempit dan menyesatkan, tetapi sebutir kecil kebenaran ada juga didalamnya. Teknik membawa bahaya profesi yang sangat jelas, bayangan dari ke agungannya.

Kita telah berbicara tentang pengendalian diri, tentang latihan-latihan menuju penyerahan diri yang penuh pada ”wilayah-pimpinan” kewatak tidak mementingkan diri sendiri, kepengekangan sang Aku dalam penunaian kewajiban mengenai nilai-nilai teknik dan tentang pahala, yakni kepastian tentang keberhasilan.

Apakah pendidikan seperti itu cukup ? memang itu memenuhi harapan kalangan luas tradisi eropa, khususnya tradisi jerman.Dalam masa muda saya, kami selalu sangat diajari patuh menghadapi orang berwibawa, berbakti penuh demi pelaksanaan setia dari tugas, seluruh pendidikan kami diarahkan untuk memasukkan itu semua dalam kesadaran anak-anak dan pemuda.Kami bangsa jerman memang betul-betul juara dalam pelaksanaan perintah samapi batas-batas terakhir, dengan penyerahan diri sepenuyhnya dan pengorbanan diri.

Tetapi selain kebajikan PELAKSANAAN, masih ada kelompok-kelompok kesempurnaan lain, ialah kebajikan-kebajikan pengambilan KEPUTUSAN.Pada akhirnya manusia berdiri sendiri dihadapan pengadilan hati nuraninya, atau jika ia beriman, dihadapan Hakim Abadinya. Disana ia tidak dapat lagi mengandalkan kewibawaan yang memerintahkan pelaksanaan ini dan itu. Oleh karena itu kita harus berusaha mendidik manusia sehingga ia mempunyai pemahaman, kekuatan, keberanian, keswasembadaan, kebajikan-kebajikan pengambilan keputusan; dan yang tanpa menghiraukan ancaman apapun tidak dapat disuruh meninggalkan tugas yang oleh lubuk terdalam hati nuraninya dirasakan sebagai wajib;manusia-manusia yang dapat dikatakan selalu hadir dalam pandangan wajah Tuhan.

Pengalamn hidup yang panjang mengingatkan saya untuk selalu menekan hal ini;KITA TIDAK MENDIDIK SECARA BETUL.Sudah sejak masa kanak-kanak kita harus menjaga, agar disamping kebijaksanaan kebajikan dari pelaksanaan, dan di samping patuh serta penyerahan diri kita harus menjaga kekuatan-kekuatan pengambilan keputusan.

Orang Berwibawa dan Orang Bawahan

Tanda-tanda luar, gelar,pangkat belum berarti kewibawaan yang penuh.banyak orang tidak berdiri pada keadaannya dirinya, tetapi bersembunyi di belakang pangkat mereka.Mereka baru merasa pasti, jika diangkat oleh orang lain.Baru keanggotaan ”masyarakat atas” kedalam Klub-Klub, dalam suatu perhimpunan, pe,ilikan pakaian seragam, gelar atau sebutan memberi mereka kesadaran diri. Tetapi lalu sering dilebih-lebihkan itulah arti harafiah ”orang bawahan” yang sesungguhnya; kedudukan dibawah perkara lain.Kedudukan seperti itu melahirkan perngecut, penakut terhadap manusia lain, pembualan dan kelemahan batin. 

Kewibawaan yang sejati harus didasarkan atas sendi-sendi budi luhur dan etika.hanya bagi mereka yang memiliki daya seperti itulah jumbai-jumbai emas atau tanda apapun yang menandakan pangkatnya memiliki arti lahiriah yang sah.

Orang bawahan adalah jenis manusia yang menghindari pengambilan keputusan pribadi dan hanya mau melaksanakan saja.Jika pelaksanaan itu suatu kejahatan, maka pembelaannya berbunyi :”kami toh hanya melaksanakan apa yang diperintahkan kepada kami.” Ia memang tidak dididik untuk mengambil keputusan, dan bila tugas yang diberikan padanya melanggar hukum etika, peri kemanusiaan dan agama, ia tidak mampu menolak pelaksanaan atas kekuatan sendiri.

Karena teknik membentuk sejarah dan para pengemudi negara berkali-kali mengadakan langkah-langkah paksaaan pada papan catur politik mereka, maka sungguhlah tugas kita yang tak dapat dielakkan ialah mendidik kaum muda kita dan kader-kader teknik kita juga, agar mereka mampu mengambil keputusan, memilki kekuatan jiwa untuk menjawab panggilan melawan ketidak adilan.
Perintah-perintah untuk membangun instalasi penghancuran, untuk membanjiri tanah-tanah pertanian dengan peledakan tanggul-tanggul pantai, perusakan karya-karya sekian generasi tidak boleh dilaksanakan.Pemberian perintah-perintah seperti itu haruslah menjadi tidak mungkin, karena kaum teknik tidak melaksanakan perintah-perintah itu.

Dan lebih luas mengatasi kalangan teknik berlakulah seperti ini: suatu generasi yang sejak masa kanak-kanak memperoleh pendidikan tentang kebajikan pengambilan keputusan, tidak akan melakukan hal seperti itu, baik orang teknik maupun setiap orang juga hakim,dokter,harus belajar menentang penyalagunaan profesinya.Jika tidak, maka ia mengkhianati jabatannya.

Renungan-renungan kita tentang tuntutan berikut ini bagi pendidikan generasi yang akan datang.Yakni; jangan pernah melupakan makna, martabat,etika profesi teknik,jadi latar belakang yang mendalam dari teknik sebagai ciptaan penerus akan bermuara kedalam pertanyaan kemanusiaan yang universal.

Manusia pernah disebut sebagai ”manusia tengah” Itu beralasan, menurut perkiraan saya,manusia tiba-tiba muncul diatas sebuah planit kecil.Persyaratan-persyaratan hidup untuk manusia sangat sempit, maka ia akan tenggelam kembali.Tata bintang-bintang dan galaksi yang jauh-jauh tidak dapat ia capai dan sama jauhnya juga kedalam dunia mokro dan inti-inti atom.

Oleh karena itu kita adalah salah satu jenis mahluk yang melayang ditengah dan selamnya terancam.Teknik membebaskan manusia dari beribu-ribu ancaman semacam itu.Didalam teknik manusia mengangkat sendiri nasibnya didalam tangan.Tetapi apabila ia lupa bahwa kekuasaan teknik bukanlah kekuasaan manusia, melainkan pemberian kepada-NYA,apabila dia menutup mata terhadap latar belakang lalu hanyut didalam keseharian-harian pelaksanaan belaka, apabila dia menghindar dari pertanggungjawaban yang dipikulkan padanya oleh teknik.maka benarlah para penggugat teknik yang menuduh teknik sebagai fungsionalisme yang tidak bertanggung jawab, dan dengan demikian melacurkan diri menjadi budak setiap orang.Bahaya mengancam kita semua,tetapi terutama kita kaum teknik bahaya yang lebih besar lagi.Kehidupan sehari-hari mengancam kita semua dengan pelaksaaannya yang gaduh dan yang sewenang-wenang dicampuri kekuasaan-kekuasaan asing seperti misalnya dunia bisnis.

CELAKALAH GENERASI YANG MEMELIHARA KEKUASAAN PELAKSANAAN TETAPI KEHILANGAN MAKNA.

Makna, itulah yang besar, yang dalam dan yang lembut.Pemahaman meminta keheningan pemadatan budi hati, penjauhan dari yang gelisah dan ribut, diam, pendalaman, pendengaran lembut.Pasar malam memang ramai tetapi tidak berarti, Hening bintang-bintang menjalani jalur-jalur dahsyat yang telah ditunjukan oleh sang Pencipta melalui Hukum-HukumNYA



Read more!
 
posted by JOHN F.PAPILAYA at 05.32 | Permalink | 2 comments