Jumat, Desember 11, 2009
Lahan potensial Versi Kearifan lokal

D
ata tahun 1999/2000 Luas lahan kritis di Indonesia sudah mencapai 23.2 Juta HA dengan pembagian 8.1 juta Ha berada dalam kawasan hutan dan 15,1 Juta HA berada di Kawasan Non Hutan, berdasarkan sumber:SLHI di tahun 2007 Jumlah luas lahan kritis sudah mencapai luasan 77.8 Juta Ha dengan pembagian 51 Juta HA berada didalam kawasan hutan , 26,7 Juta Ha berada di kawasan non hutan.

Terjadi peningkatan luas lahan kritis dalam jangka 7 tahun pembangunan sebanyak 250% dengan laju pertumbuhan luasan lahan kritis 7.8 juta Ha/Tahun

Kondisi ini tidak mungkin di biarkan terus berlanjut karena dapat dibayangkan jika hal ini hanya di anggap angin lalu maka suatu hari nanti sudah barang tentu kita akan memiliki gurun-gurun terbesar di dunia.

Untuk itulah Thema Rehabilitasi lahan kritis dalam penataan ruang berbasis kearifan lingkungan masyarakat etnik di Indonesia merupakan dasar pokok pemikiran yang menjadi thema sentral diskusi dalam seminar sehari yang diadakan oleh Kementerian negara lingkungan hidup dan Ikatan Profesi Arsitek Lansekap di Indonesia tanggal 7 desember 2009 yang lalu di Jakarta Design Centre .

Proses terjadinya sebuah areal lahan kritis bermula dari sebuah lahan potensial yang jika dikaitkan dengan fungsinya bagi kehidupan manusia yaitu lahan yang dapat di manfaatkan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.peruntukan lahan potensial yang seharusnya tidak hanya di manfaatkan secara membabi buta akan tetapi juga harus berjalan pararel dengan kegiatan konservasi lahan yang di gunakan ,sehingga penggunaan lahan potensial tersebut tidak akan berakhir menjadi lahan kritis yang tandus dan menjadi beban bagi generasi selanjutnya.



Kenapa Lahan yang awalnya berpotensi bisa demikian terpuruk masuk berada dalam zona lahan kritis, tentu hal ini tidak terjadi dalam waktu semalam,akan tetapi melalui tahapan dengan berbagai tindakan seperti ; Alih fungsi hutan ( konversi) sebagai akibat dari kebutuhan terhadap lahan/hutan yang makin tinggi, Penebangan liar, perambahan hutan, kebakaran lahan/hutan, Kurangnya pengawasan terhadap pemanfaaatan peruntukan ruang dan kemampuan rehabilitasi sangat rendah dibandingkan dengan laju kerusakan luas lahan.

Terus bagaimana cara mengatasinya....??

Sebuah petuah dari Albert Eistein menyatakan “ The world will not evolves-past its current state of crisis by using the same thinking that created the situation”

Solusinya adalah dengan mengedepankan kearifan lokal (local wisdom) dalam penggunaan lahan potensial maupun sebagai upaya konservasi lahan ,metode yang terkandung didalam kearifan lokal sudah harus menjadi ‘ motor penggerak’ bagi setiap kebijakan pemerintah dalam penataan ruang pemanfaatan lahan, kearifan lokal dalam pemanfaatan lahan yang merupakan warisan budaya masyarakat lokal di Indonesia jauh sebelum republik ini berdiri lebih mudah untuk di adopsi ketimbang program teknologi konservasi lahan mutakhir yang kadang hanya menghambur-hamburkan dana APBN dengan tanpa hasil yang jelas.

Metode kearifan lokal telah teruji jika kita menapak tilas di Kampung naga dengan hutan larangannya , Kampung badui dengan api sucinya,Kampung ende di NTT dengan kebekolonya , Kampung suku-suku di minahasa dan masih banyak kearifan lokal yang tersimpan dikampung-kampung adat di nusantara, sebagai contoh jika kita berada di kampung naga ( garut) kita tidak akan menemukan satupun areal lahan kritis di perkampungan tersebut yang ada tersaji di depan mata sebuah kehidupan masyarakat yang bersanding harmonis dengan alam dan kondisi yang tercipta ini merupakan tujuan daripada penyelenggaraan Undang-undang No:26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang yaitu; terwujudnya keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan, terwujudnya keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber daya buatan dengan memperhatikan sumbr daya manusia dan terwujudnya perlindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang .

Luasan lahan kritis yang makin meluas dari waktu kewaktu perlu perhatian yang serius dan langkah pengendalian yang konsisten yang tidak hanya dilakukan oleh pemerintah akan tetapi lebih dengan melibatkan penduduk serta kelembagaan adat, yang perlu dilakukan hanya mengembangkan dan meningkatkan kearifan lokal tersebut agar dapat memberi manfaat yang lebih optimal.

Kemampuan kearifan lokal untuk hidup seimbang dengan alam ataupun metode tradisional meng konservasi lahan ternyata lebih ampuh untuk dioptimalkan penggunaannya daripada berlembar-lemabr kertas program pembuat kebijakan yang ‘buta’ lingkungan

Masihkah kita mengingkarinya.....?


Read more!
 
posted by JOHN F.PAPILAYA at 09.32 | Permalink | 0 comments
Jumat, Desember 04, 2009
Arsitek Lansekap Penting gak sich …???

D
alam sebuah wawancara dengan seorang wartawan dari sebuah media cetak,ditanyakan sebuah pertanyaan:
"Banyak orang awam yang belum mengerti pentingnya arsitek lansekap, bisa dijelaskan secara singkat sebenarnya bagaimana peran dan pentingnya arsitek lansekap dewasa ini ?"

Sebuah pertanyaan yang mengelitik ke-intelektualan dan keprofesian arsitek lansekap yang sudah saya jalani selama 2 dasawarsa ini.bagaimana saya harus menjawab dengan keterangan yang dapat dimengerti orang awam dan tidak hanya sekedar mendudukan secara arogansi ke-ego-an akan pentingnya ilmu arsitektur lansekap bagi kehidupan bermasyarakat.

Dengan cara melihat dari beberapa sudut pandang mungkin akan dapat terlihat dengan jelas pentingnya ilmu arsitektur lansekap dan peran profesi arsitek lansekap dalam kaitannya dengan pembangunan Di Indonesia

Perspektif PERTAMA dari ASPEK DEFINISI KEILMUAN

Jika dilihat definisi ilmu arsitektur lansekap dalam kaitannya permasalahan-permasalahan lingkungan akibat pembangunan yang selama ini cenderung anthropocentris dan mulai bangkitnya kesadaran manusia akan arti dan makna pentingnya hidup berdampingan serasi dengan alam lingkungan sekitar , serta keinginan untuk mewariskan sebuah lingkungan dengan daya dukung lingkungan yang memadai bagi generasi anak cucu agar dapat hidup secara harmonis, maka peran dan kedudukan seorang arsitek lansekap dalam masa modern ini dapat dikatakan profesi ini akan terletak pada kedudukan posisi yang penting.

Karena apa?.....



Karena banyak sekali pembangunan-pembangunan demi kebutuhan manusia selalu dilakukan hanya melihat dari sudut kepentingan manusia dengan cara seoptimal mungkin mengekplotasi dan mengeplorasi alam demi keuntungan profit sebanyak-banyaknya tanpa mempertimbangkan akan kehidupan lingkungan dan juga kesalahan persepsi masyarakat yaitu para perencana dan pengelola sumber daya alam dalam melihat sebuah lingkungan hidup yang selaras dan serasi hanya dari aspek penghijauannya saja.sehingga terjadi salah kaprah arti pembangunan berwawasan lingkungan

sebagai contoh: pada sebuah perencanaan reklamasi wilayah tambang yang telah habis di keruk yang dilakukan dan menjadi konsetrasi kerja hanyalah bagaimana cara dengan secara cepat menanami lingkungan yang gersang untuk menjadi hijau kembali.
pada skala kota untuk menjadikan sebuah kota dapat hidup sehat maka yang dilakukan adalah hanya sekedar memperluas luasan daerah ruang terbuka hijau dan bagaimana untuk menanami kembali pohon-pohon yang telah ditebang akibat sebuah pembangunan.

Dan pada sektor swasta kota,pembangunan perumahan menjadikan isue lingkungan sebagai ’label’strategi pemasaran dengan membuat taman-taman dekoratif yang penuh dengan tempelan-tempelan estetika lipstik sudah berani menyatakan bahwa real estatenya bermitra dengan lingkungan hidup pada kawasan tersebut.

Dan pemilik-pemilik gedung berusaha untuk meraih perhatian pembeli atau penyewa dengan menempelkan tanaman pada dinding ataupun menjadikan bagian atap dengan disain taman dan berusaha untuk menjadikan gedung tersebut dengan sebutan ’green building’

Tindakan-tindakan tersebut tidak ada salahnya untuk batasan hanya melakukan dalam jangka waktu pendek akan tetapi untuk jangka waktu panjang , apa yang sudah dijabarkan dalam contoh-contoh tersebut diatas tidaklah menyentuh nilai esensial yang terdalam dari sebuah arti pembangunan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan (sustainable development). dimana pokok doktrin ini adalah untuk menganggap alam tidak hanya sebagai objek akan tetapi juga sebagai subjek dalam sebuah perencanaan ruang luar atau bagaimana sebuah pembangunan dapat bermitra dengan lingkungan sekitar.

Dan untuk melakukan hal itu terjadi Ilmu arsitektur lansekap adalah merupakan jawaban bagi sebuah kelompok profesi dengan disiplin ilmu yang akan dan dapat menjawab tantangan tersebut.

karena tinjauan dari sisi keilmuan dan intelektual profesi arsitek lansekap berfungsi sebagi perencana (planning) dan perancang (design) tata ruang luar secara ekologis dan estetika dari suatu lingkungan buatan dan lingkungan alami sehingga dapat tercapai suatu proses adaptasi yang saling membutuhkan dan menguntungkan sehingga tercipta sebuah lingkungan binaan yang bermanfaat bagi kehidupan manusia dan mahluk hidup yang berada dilingkungan tersebut.

Perspektif KEDUA,KEBUTUHAN TENAGA KERJA
Jika dilihat dari kebutuhan akan tenaga kerja profesional seorang arsitek lansekap dan terbuka luas lapangan kerja dalam ranah arsitek lansekap maka dapat dikatakan kebutuhan akan sosok arsitek lansekap mulai kritis dalam penyediaan jumlah sumber daya manusia yang berprofesi sebagai arsitek lansekap secara profesional.

Kenapa demikian?

Pertama, kesadaran masyarakat mulai meningkat akan kebutuhan dan ketergantungan terhadap arti dan fungsi sebuah lingkungan yang berkualitas secara ekologis maupun estetika dalam setiap pembangunan dan ditambah dengan isue ‘global warming’ yang sedang menjadi kekuatiran masyarakat dunia sehingga membutuhkan sosok-sosok arsitek yang mengerti dan memahami arti dan makna pentingnya lingkungan hidup dengan berbasis pada pendekatan keilmuan secara ekologis.

Kedua, Terbitnya UU No.26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang yang menyatakan pentingnya persyaratan penataan ruang luar sebuah lingkungan wilayah ,perkotaan dan perumahan sebagai usaha terciptanya suatu lingkungan hidup yang selaras dan harmonis.
Sehingga kebutuhan tenaga kerja ahli sebagai arsitek lansekap akan dibutuhkan pada setiap provinsi , kabupaten dan pemerintah kota di Indonesia.

Ketiga ,Belum banyak Universitas atau lembaga pendidikan yang menyelenggarakan fakultas-fakultas jurusan arsitektur lansekap dan mengakibatkan kurangnya jumlah SDM arsitek lansekap lokal sedangkan kebutuhan akan profesi ini semakin meningkat dan sebagai akibatnya berbondong-bondonglah masuk ke Indonesia dan khususnya kota jakarta para biro konsultan arsitek lansekap dari luar negeri untuk memenuhi permintaan kebutuhan profesi ini.


Ketiga hal tersebut menjadi indikator bagaimana mulai minimnya jumlah sosok profesi arsitek lansekap yang berkualitas dalam memenuhi kebutuhan permintaan pembangunan.

So...
Keilmuan arsitektur lansekap pada masa dimana bayangan kerusakan lingkungan perkotaan maupun pedesaan telah demikian terlihat , jelas merupakan solusi dari modal intelektual untuk dapat mengendalikan dan mengamankan dampak negatif akibat pembangunan.
Bagi para praktisi arsitek lansekap sudah barang tentu lapangan kerja akan lebih terbuka untuk dapat terjun langsung ke lingkungan masyarakat.untuk dapat memberikan sumbangsih inovasi yang kreatif bagi permasalahan penataan lingkungan.

Jika ditanya apakah Arsitektur lansekap penting bagi pembangunan,
para Arsitek lansekap tentu akan menjawab
”memang baik menjadi orang penting tapi lebih penting bagaimana menjadi orang baik”




Read more!
 
posted by JOHN F.PAPILAYA at 16.19 | Permalink | 6 comments