Sabtu, Mei 15, 2010
PLAGIAT…Don’t Do It!


J
jika kita berkesempatan untuk dapat lebih teliti melihat hasil-hasil karya para Insinyur Arsitek lansekap ataupun produk-produk ke-karya-an profesi lainnya ,maka kita tidak usah heran lagi jika kita akan menemukan beberapa karya yang hampir mirip tapi tidak sama dengan sample-sample produk ke-karya-an yang ada di situs-situs internet.

Maraknya tindakan plagiat seakan sudah menjadi wabah bagi proses kreatif anak bangsa, coba kita perhatikan dari bentukan pagar-pagar pada perumahan yang sama sekali mirip dengan model yang ada di berapa situs internet, bentukan profil interior dari batang-batang kayu yang disusun secara pararel yang menghiasi berapa café-café di mal terkenal dapat kita lihat di situs yang merupakan pencipta dari teknik profil tersebut dan berapa program TV yang populer tidak jauh berbeda dengan program TV luar negeri , keseragaman Program TV tampak jelas dari 13 saluran channel TV di Indonesia terasa menjemukan dan malah beberapa saat yang lalu sebuah media cetak ternama di Indonesia memberitakan tentang unsur plagiat dalam penulisan skripsi S1 sampai makalah ilmiah S3.sehingga samapi-sampai DIKTI mengeluarkan kebijakan UPAYA pencegahan tindakan plagiat.


Definisi plagiatrisme.
Plagiarism dibaca ( pley-juh-riz-uhm)
1.The unautharized lose or close imitation of the language and thought of another author and representation of them as one’s own original work
2.The act of plagiazing ; taking someone’s words or idea as if the were your own

atau plagiatrisme adalah penjiplakan atau pengambilan karangan, pendapat, dan sebagainya dari orang lain dan menjadikannya seolah karangan dan pendapat sendiri.Plagiat dapat dianggap sebagai tindak pidana karena mencuri hak cipta orang lain. Di dunia pendidikan, pelaku plagiarisme dapat mendapat hukuman berat seperti dikeluarkan dari sekolah/universitas. Pelaku plagiat disebut sebagai plagiator.
Yang digolongkan sebagai plagiarisme:
• menggunakan tulisan orang lain secara mentah, tanpa memberikan tanda jelas (misalnya dengan menggunakan tanda kutip atau blok alinea yang berbeda) bahwa teks tersebut diambil persis dari tulisan lain
• mengambil gagasan orang lain tanpa memberikan anotasi yang cukup tentang sumbernya (sumber; wikipedia)

Plagiat di ruang lingkup Arsitek lansekap
Khususnya ruang lingkup Arsitektur Lansekap ,gejala plagiat ini jelas terlihat dalam berbagai karya yang di presentasikan di hadapan publik dan malah sudah bukan tindakan yang memalukan lagi jika pada saat presentasi konsep disain sebuah perencanaan kawasan melakukan cara copy-paste dari hasil karya orang lain dan mengakuinya sebagai hasil proses kreatif diri sendiri ataupun kadang sudah bukan hal yang memalukan untuk mengambil ide-ide kreatif seseorang dan menjualnya kepada pihak lain.
Bukanlah merupakan tindakan kreatif jika hanya melakukan tindakan copy-paste ,hal ini merupakan proses kehilangan jati diri dan proses perusakan kwalitas ke ilmuan bagi seorang Insinyur Arsitek Lansekap yang nota bene seorang perancang.


Analogi Virus Plagiat
Kerusakan pada daya pikir dan proses kratif seorang perancang bisa di analogikan bahwa tindakan plagiat ini seperti sebuah virus trojan yang masuk kedalam sistim jaringan sebuah komputer dimana setiap software yang berada di dalam hardware komputer tersebut akan tidak bisa di gunakan karena sering ’hang’ akibat dari masuknya virus kedalam jaringan sistim komputer tersebut dan tindakan yang dapat dilakukan untuk membuat komputer dapat berfungsi secara optimal kembali dilakukan tindakan install ulang serta komputer tersebut akan di bekali dengan program anti virus.

Hal demikian akan berlaku sama pada otak dan jiwa seorang Insinyur arsitek lansekap yang suka memasukan virus plagiat kedalam setiap perencanaan karyanya , jika dalam bentuk komputer ,untuk membersihkan virus tersebut perangkat komputer harus di install ulang, bagaimana dengan Otak dan jiwa manusia, apakah install ulang otak dan jiwa seorang perancang bisa di berlakukan? Sudah jelas jawabannya ,hal tersebut tidak bisa dilakukan karena memori otak manusia tidak akan bisa begitu saja dicuci bersih dari ketidakjujuran yang pernah dilakukan.

Kita tidak akan boleh melakukan tindakan plagiat hanya karena alasan kepepet dikejar ’deadline’ waktu presentasi dan berjanji lain kali jika waktu agak longgar kita akan benar-benar melakukan proses kreatif yang orsinil, hal tersebut ’nonsens’ dilakukan karena sekali kita melakukan tindakan plagiat maka hal tersebut akan merupakan solusi jitu atau pintu akhir jika kita menemukan permasalahan dalam proses kreatif ,tindakan plagiat akan menjadi sandaran nyaman untuk solusi akan kebuntuan ide dan akibatnya hal tersebut akan dilakukan secara berulang-ulang. Selanjutnya akan terjadi kemandulan proses kreatif yang berakibat pada kemunduran prestasi yang menyebabkan penurunan posisi tawar dan akhirnya kematian semu akan menjadi tempat terakhir bagi seorang insinyur, dimana mati tak mau hiduppun segan.

Sungguh di sesalkan jika virus plagiat sudah menjalar dalam sendi kehidupan para Insinyur Arsitek Lansekap dalam menjalani kehidupan berpraktisi. Boleh jadi memang tidak dapat di pungkiri jika sebuah karya disain lansekap kadang mempunyai kemiripan dengan disain lansekap karya orang lain akan tetapi batas kemiripan tersebut memiliki parameter yang dapat di buktikan ke-orsinilitas-annya. Aspek tersebut dapat di selidiki dan dibuktikan dari saat proses kreatif penciptaan sebuah karya lansekap yang memiliki tahapan-tahapan kerja hingga pada saat eksekusi pelaksanaan di lapangan.

Mencegah plagiat
Oleh sebab itu , tindakan plagiat haruslah menjadi tindakan tercela untuk dilakukan dalam setiap proses kreatif , tindakan plagiat bisa dikatakan sama saja dengan tindakan pencurian terhadap hak cipta karya orang lain. Seorang insinyur perancang yang baik akan membekali jiwanya dengan Virus anti plagiat sehingga kondisi proses kreatif tidak akan tercemar sehingga dapat menghasilkan karya yang orsinil yang merupakan tangga bagi pencapaian prestasi.Kesadaran hakiki tentang makna peran seorang Insinyur dalam roda pembangunan akan menimbulkan semangat mencipta dan berdikari.

Banyak para perancang Arsitek lansekap yang masih setia dengan ke-orsinilitas-an karya disain arsitektur lansekap ,karena mereka mengetahui bahwa disain yang baik adalah merupakan kesepakatan disain antara pemberi kerja dengan perancang dan tidak tergopoh-gopoh untuk membuat suatu karya masterpiece , yang dalam khayalan akan menjadi mahakarya untuk di akui keberadaanya. Dan telah banyak contoh di dunia karya-karya inovatif di lahirkan karena kesalahan teknik pada saat proses kreatif dilakukan.

Masihkah kita akan tertawa ? jika sebuah anekdot lucu mengenai harga otak manusia para insinyur sangat mahal harganya karena tidak pernah dipakai.









Read more!
 
posted by JOHN F.PAPILAYA at 12.24 | Permalink | 0 comments
Ekologi Manusia.
S
enang sekali rasanya jika dapat menikmati sebuah ruang publik atau sebuah ruang privat yang merupakan karya bentukan ruang luar yang lahir dari tangan-tangan kreatif seorang arsitek lansekap, apalagi jika bentukan arsitektur lansekap itu didasari oleh pengetahuan dan pemahaman atas sikap hidup manusia dari budaya suatu bangsa khususnya bangsa Indonesia.

Seorang arsitek lansekap yang memiliki kemampuan analisis dan kemampuan artistik untuk mengtransformasikan kemampuan daya dukung suatu lingkungan sebuah ruang menjadi aset bagi sebuah komunitas tidak lepas dari kepiawaian akan pemahaman akan proses interaksi manusia dengan lingkungannya.

Ekologi Manusia atau biasa dinamakan Antropologi Ekologi atau Antropologi Lingkungan merupakan sebuah ilmu yang mutlak dipelajari dan dipahami oleh seorang arsitek lansekap , oleh karena jika seorang arsitek lansekap memasuki sebuah bidang lansekap yang dilihatnya bukan apa yang ada disitu semata, tetapi juga mengenai hal-hal apa saja yang sedang terjadi disitu yaitu interaksi antara manusia dengan lingkungannya atau interaksi antara berbagai komponen ekosistem.
Memahami berbagai keterkaitan aktivitas manusia dengan lingkungannya melalui pendekatan Ekologi manusia yang merupakan suatu upaya untuk mendapatkan suatu kerangka analisis, terutama dalam konteks mengenai saling pengaruh-mempengaruhi antara manusia dengan lingkungannya, akan sangat bermanfaat bagi landasan dalam perencanaan sebuah bentukan ruang luar yang nantinya menjadi sebuah lingkungan binaan yang secara langsung akan berpengaruh terhadap perilaku sosial mahluk manusia yang muncul dan berkembang .


Ketergantungan kehidupan manusia ehari-hari sangat erat tergantung dengan lingkungannya,seperti halnya mahluk hidup lainnya, manusia dalam kehidupan sehari-hari di muka bumi di pengaruhi dan mempengaruhi lingkungan sekitarnya, baik lingkungan hidup (biotik) maupun lingkungan tak hidup (abiotik),hal ini perlu menjadi sebuah landasan dalam sebuah perencanaan bentukan arsitektur lansekap pada ruang luar dimana aktivitas pembangunan pada ruang luar dapat menimbulkan perubahan pada sistem sosial maupun ekosistem.

Aktivitas pembangunan ruang luar yang biasanya diawali dengan proses perencanaan arsitektur lansekap , jika hanya menekankan pada aspek ekonomi tanpa mengintregrasikan dengan faktor-faktor sosial, budaya dan lingkunagn akan dapat menimbulkan pengaruh buruk terhadap sistem sosial maupun ekosistem dan yang akhirnya akan membawa kehancuran pada lingkungan.
Dengan hancur dan rusaknya sebuah lingkungan maka tanpa terasa akan dapat menimbulkan pengaruh balik pada kehidupan atau sistem sosial mausia sendiri, kerusakan akan terjadi pada tingkat kehidupan manusia pada akhirnya akan membawa pengaruh terhadap kebudayaan manusia.

Keinginan manusia untuk memuaskan dahaganya akan benda-benda material/kekayaan yang dilakukan dengan cara mengeksploitasi alam tanpa mengindahkan daya dukung lingkungan kadang seringkali membuat manusia kurang bijaksana dalam mengambil keputusan-keputusan pembangunan yang dampaknya dalam waktu empat dekade terakhir terjadi berbagai kerusakan lingkungan, misalnya berbagai perubahan lingkungan yang bersifat irreversible terhadap komposisi atmosfer sehingga menyebabkan perubahan iklim dunia, kerusakan pada ozon stratosferik akibatnya bertambahnya gangguan terhadap berbagai organisme hidup dari sinar ultraviolet matahari, degradasi topsoil dan bertambahnya desertification, kehilangan keanekaan biologi, gangguan terhadap fosintesis dan daur nutrisi, makin meluasnya pencemaran udara, sungai dan lautan serta pengurangan dan penurunan muka air tanah.
(sumber,Ekologi manusia dan pembangunan berkelanjutan;Johan Iskandar 2009)

Seorang arsitek lansekap mempunyai 3 pilar Tanggung jawab dalam merencanakan sebuah bentukan ruang luar yaitu; Tanggung jawab terhadap Lingkungan (Enviromental responbility), Tanggungjawab terhadap Kualitas Estetika (Aesthetic Quality) dan Tanggungjawab terhadap Fungsi Sosial (Social Function).
Berbekal kesadaran akan tanggungjawab ketiga pilar itu akan dapat menciptakan atmosfir yang baik pada sebuah bentukan ruang luar karya seorang arsitek lansekap yang dampaknya akan dapat memberi dan berpengaruh terhadap sikap hidup para pengguna dan diharapkan dapat menimbulkan kesadaran dan semangat menghargai dan memihak pembangunan berwawasan lingkungan yang pro-ekonomi, pro-sosial budaya, dan pro-lingkungan hidup.





Read more!
 
posted by JOHN F.PAPILAYA at 12.23 | Permalink | 0 comments
Ilmu dan seni, seteru atau sekutu
P
ekerjaan bernilai seni mengharuskan seorang Arsitek Lansekap menguasai proses kerja dimana pada tahapan ini memerlukan pemanfaatan diri secara konsisten dan sadar, nilai seni adalah kunci menuju Semangat dan Komitmen.
Harapan untuk membawa semangat dan komitmen keseluruh kehidupan praktisi Arsitek Lansekap berguna untuk mengstimulasikan aspek keberanian dan kebebasan untuk menjadikan kehidupan kerja berpraktisi lebih menyenangkan, berhasil dan produktif.

Definisi dan pengertian disiplin ilmu Arsitektur Lansekap mengandung 2 paradigma pendekatan penting dalam merencanakan sebuah bentukan ruang luar yang berguna bagi kesejahteraan manusia yaitu Ilmu dan Seni.
Seni menyangkut Visi, Energi, Roh dan Jiwa sedangkan Ilmu pengetahuan berkaitan dengan Teknik dan Persoalan Rasional.

Seorang arsitek lansekap yang baik ,mutlak menyatukan 2 ’ saudara’ yang berjauhan ini yaitu Ilmu dan Seni, Keduanya adalah dua sisi mata uang yang tidak bisa terpisahkan, keduanya berusaha mengukir suatu pandangan tentang dunia di sekitar kita.
Kecenderungan untuk memandang keduanya sebagai entesitas yang terpisah dalam kehidupan praktisi maupun akademis arsitektur lansekap telah membuat kita terjebak untuk membenamkan diri dalam Ilmu Pengetahuan dan kehilangan kepuasan yang di berikan oleh nilai seni.




Selama ini masih banyak para praktisi Arsitek Lansekap mengganggap seni sebagai kesenangan, dekoratif, sesuatu sclupture yang diletakan pada area proyek bentukan lansekap, batu pahatan yang tergantung pada dinding sebuah taman, alunan musik yang mengiringi makan malam yang syahdu, sesuatu yang kita lihat di layar bioskop, sesuatu diluar pekerjaan. Suatu produk bernilai seni jika buatannya bagus atau pekerjaan yang diselesaikan dengan baik adalah Seni.

Malah kadang Seni dianggap tidak berguna, namun menyenangkan, seni bukan sesuatu yang kita kerjakan, melainkan sesuatu yang kita dapat nikmati.

Dan secara terpisah melihat Ilmu pengetahuan yang dapat menghasilkan ide-ide yang hebat, menghindarkan kita dari banyak kerja fisik, memberikan kenyaman dan kemudahan, serta menciptakan produk-produk lingkungan yang menarik. Namun pengetahuan itu tidak membawa kita lebih dekat ke kehidupan batin kita ataupun dunia alamiah dimana kita hidup.Oleh karena itu kita merasa merencanakan sebuah bentuk arsitektur lansekap dengan komputer itu lebih mudah dan menemukan keselarasan dan harmonisasi dengan lingkungan dalam rancangan itu susah.

Kita lebih banyak berhubungan dengan ide-ide tentang bagaimana sebuah Perencanaan Ruang Luar dapat berfungsi, ide tentang kualitas dan layanan, ide tentang manajemen pemeliharaan lingkungan yang bertanggungjawab , kita mengembangkan dan membeli ide-ide, meskipun ditunjang dengan teknologi lalu biasanya keberhasilan sebuah karya perencanaan tampaknya ada lebih banyak cerita kegagalan di bandingkan kisah-kisah sukses



Proses budaya ini menciptakan dua konsekwensi; Pertama, kerja dipandang sebagai sesuatu yang harus dilakukan untuk bertahan hidup dan berprestasi, sementara seni dipandang sebagai kesenangan. Kedua, imbalan kerja menjadi lebih ekstrinsik dari intrinsik.
Sehingga sebuah karya cipta bentukan Arsitektur Lansekap akan lahir tidak lagi dari kandungan semangat kebebasan melainkan merupakan tuntutan dari Ruang produksi atau atas perintah manajer, hierarki atau birokrasi, yang alhasil adanya nilai seni menjadi mati dengan kematian yang menggenaskan.

Robert henri ,menulis,” Seni adalah hasil dari penguasaan dasar-dasar alam, semnangat hidup, kekuatan yang membangun, rahasia pertumbuhan, pemahaman sejati tentang peran relatif benda-benda, aturan, keseimbangan” (Henri,robert.The Art Spirit. Newyork:harper&Row,1084.)

Seharusnya kita memahami bahwa seni adalah ”pelaksanaan’ ini berarti proses dan juga produk.sukacita dari pekerjaan bernilai seni muncul dari pelaksanaannya.Produk sang arsitek seanggun apapun sebagus apapun pasarnya, bagaimana menguntungkannya adalah buah dari suatu proses yang diciptakan sang arsitek.

Seorang Arsitek Lansekap yang menyadari bahwa dalam proses kreatifnya tidak hanya mengatur atau menata tata letak benda-benda tapi justru membingkai kehidupan keteraturan ekosistem dalam bentukan ruang luarnya ,akan menimbulkan kesadaran yang membuat seorang arsitek lansekap memandang pekerjaannya dengan cara baru yang lebih menghasilkan, persepsi barunya telah menyingkapkan kebesaran dirinya.

Kita dapat berjanji kepada diri sendiri untuk mencapai tujuan mulia dan visi-visi yang tinggi dalam kehidupan berpraktisi serta menerima teknik pada masa ini, namun sebelum kita bisa melibatkan diri penuh citra rasa seni dengan pekerjaan yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan visi kita, tujuan kita tetap tidak akan terpenuhi dan teknik-teknik ilmu pengetahuan akan menggagalkan kita.

Sebagaimana seorang Arsitek Lansekap menciptakan karya, Karya menciptakan Arsitek Lansekap, Jadi layaklah seorang Arsitek Lansekap mengakui apa yang sedang di ciptakan dan menemui apa yang sedang berjuang untuk di ciptakan. Imbalan untuk pekerjaan bernilai seni ada dalam pelaksanaannya.

(sumber;Artful Work, Dick Richards,1995)




Read more!
 
posted by JOHN F.PAPILAYA at 12.21 | Permalink | 0 comments
Rabu, Mei 05, 2010
Arsitektur Lansekap merekah di USU
P
erkembangan ilmu Arsitektur Lansekap yang tiba di Indonesia sekitar pertengahan tahun 70-an kini makin menampakan jati dirinya, kedewasaan ilmu ini untuk berkiprah dalam pembangunan mulai diperhatikan keberadaannya.

Di kota Medan, di Universitas Sumatra Utara atau biasa disingkat USU, Ilmu Arsitektur Lansekap mulai di buka dengan menjadi Mata Kuliah Pilihan,suatu terobosan baru dari Fakultas Arsitektur USU.bisa dilihat disini Blog ArsLans USU

Timbulnya kesadaran akan arti pentingnya perencanaan ruang luar bisa menjadi tolak ukur terciptanya suatu lingkungan yang saling mengikat dan mendukung menjadikan Arsitektur Lansekap merupakan suatu ilmu yang dimasa-masa akan datang perlu untuk di anut dan dipelajari.
Para mahasiswa beserta dosen di USU malah telah membuat Blog sebagai sarana informasi bagi keberadaan ilmu Arsitektur Lansekap di Fakultas Arsitektur USU ,bisa dilihat di Blog ArsLans USU

Isi konten dari blog tersebut dipampang beberapa hasil dan proses kreatif dari para mahasiswa/i USU,pembelajaran ilmu Perencanaan Ruang Luar di tampilkan dalam berbagai bentuk presentasi yang mengandung berbagai konsep dan inovasi kreatif.
Pembuatan Blog ini perlu di acungin jempol, di era informasi dimana setiap perkembangan baru haruslah menjadi bentuk open-source .para mahasiswa USU sudah mulai berjalan seiring dengan para rekan sesama Arsitektur Lansekap di Indonesia.

Semoga jaya dan sukses menggapai langit dengan Arsitektur Lansekap.




Read more!
 
posted by JOHN F.PAPILAYA at 21.47 | Permalink | 0 comments
Selasa, Mei 04, 2010
Taman Bagus VS Taman Jelek
B
egitu banyak lembar-lembar gambar perencanaan taman yang telah di buat oleh setiap insan arsitek lansekap selama menjalani proses berkaryanya,beratus-ratus lembar kertas A4 hingga kertas dengan ukuran A0 yang menjadi media eksplorasi kepiawaian seseorang ahli lansekap dalam membentuk sebuah ruang luar dan tak di sangkal lagi beratus-ratus lembar yang tadinya kosong menjadi wadah bagi penuangan segala ide dan konsep ruang luar yang mengandung bermacam ragam inovasi kreatif dengan segala keindahan komposisi dan harmonisasi bentuk materi pabrikasi maupun materi alami.
Akan tetapi dari berbagai energi kreatif yang sudah disalurkan lewat medium lembar kertas kerja tersebut, bisa jadi hanya sebagian kecil yang benar-benar menjadi sebuah hasil nyata yang diwujudkan . Terus di kemanakan sisa karya perencanaan taman yang tidak terwujud yang masih dalam tercetak biru dalam kertas-kertas kerja tersebut, untuk sebagian perencana lansekap yang rajin mungkin kertas cetak biru itu disimpan rapi dalam arsip dokumentasi dan sebagian besar malah sudah terbuang menjadi sampah.
Sangat disayangkan..


Taman Bagus atau taman Jelek merupakan predikat penilaian yang sering diberikan kepada sebuah hasil karya taman yang terwujud dalam bentuk nyata di sebuah lahan, jika tidak sebuah cetak biru gambar taman hanyalah merupakan ekspresi dari seorang perancang lansekap yang berisikan kumpulan-kumpulan garis, bentuk, warna yang di komposisikan secara harmonis sesuai kaidah-kaidah disain dan dipresentasikan dengan kecanggihan 3D graphis software yang memukau secara visual.
Untuk sebuah penilaian terhadap kwalitas ruang sebuah produk taman hanya dapat dilakukan jika sebuah cetak biru disain taman telah menjadi sebuah karya disain terpakai dan teraplikasikan dalam sebuah bidang tanah dan membentuk sebuah komposisi harmonisasi ruang luar yang terkait dengan lingkungan sekitar.

Menjadikan sebuah lembar cetak biru gambar disain taman menjadi sebuah disain terpakai bukanlah di karenakan karena faktor kesempurnaan presentasi karya graphis gambar disain taman atau karena faktor terkenalnya seorang perancang , akan tetapi terpakainya sebuah disain taman menjadi karya nyata dikarenakan terciptanya kesepakatan disain antara pemilik lahan/proyek dengan perancang taman tersebut.
Untuk mencapai titik Kepakatan Disain perlu adanya Faktor Kepercayaan antara kedua belah pihak, Kepercayaan seorang pemilik proyek terhadap kwalitas dan nilai estetis seorang perancang arsitek lansekap merupakan faktor dominan sebuah lembar cetak biru menjadi disain terpakai demikian pula dengan Kepercayaan seorang perancang taman terhadap apresiasi pemilik proyek atau lahan.

Terwujudnya bentukan sebuah Taman pada sebuah lahan belum langsung dapat diberi penilaian atau di kategorikan menjadi sebuah Taman bagus atau Taman jelek, perlu jangka waktu dalam menyingkapi hal tersebut dikarenakan sebuah produk taman tidak hanya dibentuk oleh benda-benda mati akan tetapi juga memiliki elemen-elemen hidup yang masih dalam masa pertumbuhan.
Untuk itulah sebuah karya disain taman seorang perancang taman dapat dinamakan sebuah disain yang hidup, oleh karena sebuah karya taman merupakan produk yang tidak bisa langsung dinikmati oleh para penikmat taman setelah masa pelaksanaannya pekerjaan bentukan taman selesai, pada saat ini hanyalh merupakan awal dari fase pertumbuhan yang hasil pertumbuhan telah di prediksi secara keilmuan oleh seorang perancang.Pada masa fase pertumbuhan, disain taman tetap perlu campur tangan perancang dalam teknik pemeliharaan sampai pada batas waktu kondisi dan pertumbuhan optimal yang di inginkan seorang perancang terbentuk.
Pada Akhirnya sebuah karya taman akan membentuk ruang yang memiliki fungsi dan nilai estetik dengan lingkungan individu maupun lingkungan sekitar,barulah sebuah karya taman akan dapat dinilai predikat taman Bagus atau taman Jelek.

Parameter penilaian sebuah karya taman dikategorikan sebagai taman Bagus atau Taman jelek tidak hanya berhenti pada batas penilaian terhadap kepiawaian perancang dalam mengatur tata letak sesuai dengan kaidah-kaidah disain taman atau kepiawaian dalam mengkomposisikan secara harmonis bentuk, warna, tekstur elemen pabrikasi atau material alami, lebih jauh lagi penilaian kwalitas karya sebuah taman ditentukan oleh faktor apakah sebuah hasil karya bentukan ruang taman dapat menggugah emosi dan memberi pengaruh langsung terhadap jiwa pemilik rumah ataupun orang lain yang menikmati karya taman tersebut.Hal ini akan tercapai jika sebuah bentukan ruang taman tersebut dapat merangsang seluruh pancaindera untuk aktif menikmati aroma,bunyi,visual yang tersaji dalam taman tersebut, sehingga diharapkan karya taman tersebut akan menimbulkan inspirasi kreatif dan dapat menimbulkan emosi kecintaan yang terkandung dalam diri setiap manusia,sebuah ungkapan kecintaan akan hasil karya ruang taman akan terpatri erat dalam hati pemilik ataupun para pencinta taman sehinga mereka dapat mengekspresikanya dalam bentuk puisi, lagu, lukisan ataupun photography.
Mungkin kita masih ingat dengan lukisan bunga mataharinya van gogh,dan lagu-lagu kenangan di Indonesia seperti Melati dari jayagiri, Puspa Indah di taman hati, Flamboyant,anggrek bulan dll.dimana sebuah ruang taman dapat merupakan sumber ide dan gagasan kreatif yang memberikan pengaruh emosi kecintaan.

Jadi dapat dikatakan sebuah taman Bagus atau taman Jelek tidak dapat dinyatakan dalam hanya sekedar dalam bentuk presentasi yang mutakhir ataupun terciptanya sebuah taman melalui kesepakatan untuk dilaksanakan dari seorang pemilik dan perancang, melainkan sebuah taman Bagus adalah taman yang dapat memberikan pengaruh emosi kecintaan dan dapat menjadikan sebuah taman menjadi simbol-simbol ekspresi cinta.

Mungkin dari situlah kita bisa mengerti, Mengapa Tuhan pada awalnya menempatkan manusia dalam Taman Firdaus yang di sebut Surga.


Read more!
 
posted by JOHN F.PAPILAYA at 23.56 | Permalink | 4 comments
Kejarlah Daku kau Kutangkap
S
Seuntai kalimat yang mengingatkan kita akan judul sebuah film situasi komedi yang popular di tahun 80-an ,dimana sempat membuat para aktornya menjadi buah bibir masyarakat indonesia.
Sama seperti halnya ruang gerak disiplin ilmu arsitektur lansekap di Indonesia yang saat ini juga seakan menjadi buah bibir para akademis maupun para profesi yang bergerak di bidang pembangunan berwawasan lingkungan.
Istilah lansekap sudah tidak merupakan kata yang aneh dan hanya beredar di kalangan para praktisi arsitektur lansekap saja, kata istilah lansekap sudah seakan menjadi milik publik berbagai buku yang dikarang oleh ahli ekonomi maupun ahli kehutanan bahkan ahli hukum seakan sudah akrab dengan kata lansekap ini meskipun pengejaan kalimat ini kadang ditulis dengan kata’ lanskap’ tanpa huruf e, dan hingga saat ini masih ada yang berdebat mana yang benar untuk di tulis soal kata ‘lansekap’ atau kata ‘lanskap’ ,padahal sudah tertera jelas dalam UU jasa konstruksi digunakanya kata ‘lansekap’ dalam ejaan kata yang diakui dan tercatat dalam lembar negara.

Kejarlah daku kau kutangkap, merupakan pernyataan kalimat yang bersifat aktif dan dinamis akan tetapi sebenarnya mengandung energi pasif , hal ini sinonim dengan gerak para pelaku bidang arsitektur lansekap di Indonesia, aktivitas gerak keilmuan arsitektur lansekap di Indonesia sekan menunggu bola, dan jikapun begerak mengejar bola malah kadang keluar dari lapangan hijaunya.


Kondisi ini bisa terlihat dimana dengan maraknya kata’ green’ pada setiap produk konsep ber-aroma lingkungan seperti ‘green’ building, ’green’ harbour, ’green’ city , ’green’ mining dll maka bergeraklah para pelaku arsitektur lansekap kearah itu dan merasa bahwa disitulah ruang dimana para arsitek lansekap mesti berperan.
Memang hal itu tidak ada salahnya, akan tetapi jika itu hal tersebut bisa terjadi hanya oleh karena persepsi atau stigma yang salah mengenai arti dan makna ‘green’ maka semuanya bisa jadi salah kaprah. Kata istilah ‘green’ terlalu sederhana jika hanya diartikan sebagai simbol perwujudan dari area hijau, jenis tanaman yang harus ada, atau harus ada vegetasi pada ruang tersebut.

Banyak para praktisi maupun akademisi disiplin ilmu arsitektur lansekap menyatakan bahwa dari dulu kita sudah bicara ’ green’, tapi jika ditanya secara kritis lebih dalam lagi sejak kapan? lebih tepatnya tahun kapan? Kok baru sekarang aktif? kemaren kemana aja? Tidak akan ada jawaban yang memuaskan bisa didapatkan.
Sehingga kalimat pernyataan “dari dulu kita sudah bicara green” hanyalah sekedar kalimat pernyataan yang beraroma egosentris yang berlebihan atau gampangnya ungkapan tidak mau kalah.

Penggunaan istilah ‘green’ dalam setiap kata pernyataan seperti ‘green mining atau green society atau green-green yang lainnya adalah merupakan simbol dari sebuah gerakan akan timbulnya kesadaran baru dan semangat untuk melihat alam sebagai subjek bukan lagi sekedar objek dalam setiap kehidupan pembangunan peradaban manusia di muka bumi.

Semangat ini yang luput dari pemantauan para ahli arsitektur lansekap sehingga kadang keikutsertaan dalam berbagai organisasi yang mengatas-namakan ‘green’ para pemangku arsitektur lansekap salah dalam menempatkan posisi partisipatif sehingga cenderung pasif.

Timbul sebuah pertanyaan, jika saja penduduk dunia sejak era revolusi industri melihat alam sebagai objek atau Jika saja tidak ada kekuatiran penduduk bumi akan masa depan bumi ,apakah mungkin ilmu arsitektur lansekap lahir?

Alangkah malang nasib bapak arsitektur lansekap dunia si Frederich Law Olmsted jika mengetahui bahwa sekali lagi disiplin ilmu arsitektur lansekap keluar dari jalur semestinya, keluar dari arena ruang lingkup berdirinya profesi ini.
Seorang arsitektur lansekap yang seharusnya mengejar permasalahan dan menangkap inovasi-inovasi kreatif yang berada di sekeliling untuk menjadi solusi bagi kehidupan manusia di muka bumi, menjadi terbelenggu oleh ketidak akuratan dalam melihat arti arsitektur lansekap dan seakan teperangkap dalam kurungan istilah ’green’ yang akhir-akhir ini menjadi slogan yang bagus untuk di tempel pada produk marketing sebuah gerakan ataupun produk.

Padahal masih banyak permasalahan ruang lingkup lansekap yang tidak harus disudahi dan puas dengan pernyataan konsep penanaman kembali atau dengan konsep perluasan lahan tanam vegetasi. Daerah pesisir tidak akan menjadi selamat dan berguna bagi kepentingan peningkatan kwalitas hidup manusia hanya dengan ditanami dengan tanaman mangrove, Daerah Aliran Sungai yang kumuh tidak akan menjadi baik dengan hanya dengan cara menggusur permukiman kumuh dan menanami area ini dengan kelompok vegetasi pengikat tanah, Kawasan kota yang padat dan sumpek tidak akan terselamatkan dengan hanya memperbesar skala luasan Ruang terbuka Hijau.
Apalagi permasalahan lingkungan tidak hanya dapat di selesaikan dengan hanya melakukan launching acara secara ceremonial dengan di pakainya kaos-kaos yang bercapkan kata ’green’ dengan kegiatan penanaman sejuta pohon.

Menimbulkan kesadaran akan semangat motivasi untuk hidup lebih baik dan layak di alam negeri Indonesia dengan ciri kebudayaan lokal, merupakan wujud dan semangat yang harus di kejar bukanlah malah menunggu untuk di kejar dan kemudian menangkap peluang.

Masih terlalu banyak yang masih bisa dilakukan daripada hanya sekedar menunggu dan kemudian menangkap peluang.






Read more!
 
posted by JOHN F.PAPILAYA at 23.54 | Permalink | 0 comments
Sayembara pemicu sejarah
G
encar-gencarnya diadakan sayembara perencanaan lansekap pada setiap proyek pembangunan pada saat sekarang ini, seakan menciptakan euphoria bagi kalangan para perencana arsitek lansekap untuk berlomba-lomba ikut berpartisipasi dengan mengikuti sayembara yang diadakan tersebut.

Berbagai alasan menjadi dasar keikut-sertaan para perencana ini, ada yang berdasarkan kenangan akan masa kuliah dimana nantinya pada saat proses perencanaan sayembara akan mengingatkan kembali kegiatan-kegiatan yang dilakukan sewaktu masih menjadi mahasiswa dulu.Melakukan survey dan diskusi semalam suntuk mengompilasi data begadang sampai pagi memelototi konsep perencanaan merupakan kegiatan yang dirindukan antar sesama peserta sayembara.

Ada juga yang merasa bahwa ini adalah kesempatan untuk mengekspresikan diri dalam disiplin ilmu arsitektur lansekap dengan tanpa adanya tekanan dari keinginan para owner maupun tekanan-tekanan kepentingan profit, kebebasan dalam mengekplorasi diri hanya berjalan seiring dengan idealisme ilmu arsitektur lansekap.

Atau hanya keinginan menjadikan sayembara ini menjadi jalan pembuka bagi pintu untuk terjun kedalam dunia praktisi sesungguhnya,sehingga sudah terbayang di kepala untuk menggunakan atau menghabiskan uang hasil pemenang dan membayangkan dirinya akan diliput oleh suratkabar lokal ataupun media informasi lain sebagai pemenang dan tentunya dapat kesempatan untuk bersalaman dengan pejabat menteri atau pejabat gubernur.



Berbagai alasan tersebut akan tidak fair bila disandingkan dengan kepentingan penyelenggaraan sayembara-sayembara tersebut, berbagai sayembara yang diadakan secara terbuka pada era reformasi ini bisa jadi jadi hanya sekedar menjadi syarat administrasi bagi berlangsungnya sebuah proyek pembangunan pembangunan proyek yang menggunakan anggaran pendapatan daerah ataupun pusat, sehingga perlu diadakan sosialisasi ke masyarakat dengan mengadakan sebuah sayembara. Sehingga aroma KKN sungguh terasa melingkupi suasana kompetisi dalam penyelenggaraan sebuah produk sayembara. Kecurigaan akan calon pemenang sayembara yang sudah tersimpan erat pada saku pemilik proyek sayembara ,kecurigaan sayembara hanya sebagai alat untuk menjaring berbagai konsep inovasi daripada membayar mahal fee konsultan dan sangat disayangkan sebuah produk sayembara malah disisipi dengan kepentingan bagi organisasi profesi untuk mengiring para anggotanya segera mempunyai SKA (sertfikat keahlian anggota) yang selama ini hal tersebut sangat susah untuk dilakukan.

Atmosfir kondisi penyelenggaraan sebuah sayembara akan menjadi terpolusi dan akan menghilangkan ensensi dari arti penting diselenggarakannya sebuah produk sayembara, dan yang akan tercipta kekosongan meja pendaftaran dari ke ikutsertaan peserta karena keengganan para peminat lomba mendaftarkan diri.

Jauh dari semua itu ,penyelenggaraan sebuah sayembara jika dilakukan dengan baik dan benar sesungguhnya memegang peranan penting dalam sebuah kemajuan peradaban manusia, hal ini bisa dilihat daripada sejarah-sejarah penyelenggara sayembara didunia maupun lokal.

Seperti halnya Frederich Law Olmsted menjadikan momentum kemenangannya akan sayembara perencanaan taman central park di Newyork sebagai landasan terciptakan ilmu baru Arsitektur Lansekap ,Sayembara monumen Nasional yang diadakan pada era pemerintahan Ir.Soekarno menjadikan tugu Monumen Nasional menjadi Simbol Persatuan Bangsa dan sayembara lapangan renang internasional di beijing-china menciptakan bentuk arsitektur the cube yang memicu teknologi baru material konstruksinya.

Tidak diduga sebuah hasil sayembara tidak hanya melahirkan seorang pemenang akan tetapi juga sebuah produk sayembara dapat memberikan kontribusi besar dalam perjalanan sejarah pembangunan peradaban manusia.Kebijakan publik yang baru akan tercipta dan akan mewarnai terciptanya undang-undang dan peraturan pemerintah sebuah negara, kemajuan teknologi dan pengetahuan sumber daya manusia sebagai pelaksana dari proyek sayembara akan lebih maju dan terciptanya lapangan kerja yang dapat menyerap tenaga kerja pasif.

Dalam bidang ilmu arsitektur lansekap sebuah hasil sebuah sayembara akan menjadi bermakna tidak hanya dapat memberikan lapangan kerja bagi para pekerja akan tetapi sebuah sayembara merupakan tolak ukur kwalitas kemajuan ilmu arsitektur lansekap di Indonesia sehingga pada saatnya nanti ilmu arsitek lansekap selain dapat memberikan pengaruh dalam kebijakan publik akan dapat juga melahirkan disiplin-disiplin ilmu baru turunan dari ilmu arsitektur lansekap yang sesuai dan berjalan seiring pararel dengan pembangunan bangsa.

Untuk mencapai kondisi itulah maka penyelenggaraan sebuah sayembara harus lepas dari kepentingan-kepentingan sesaat para penyelenggaranya seperti kepentingan keengganan untuk menyewa biro konsultan arsitektur lansekap karena mahalnya atau hanya sekedar menjadi ajang sosialisasi sebuah proyek pemerintah supaya tidak terkena jaring KPK.

Sebuah produk penyelenggaraan sayembara haruslah menjadi wadah kawah candradimuka bagi tempat berlaganya kecerdasan para peserta dalam melahirkan konsep-konsep inovasi kreatif,untuk itu sangat penting keberadaan para juri yang kompeten pada bidangnya dan batasan TOR sayembara yang dapat memicu andrenalin para peserta lomba.Hal ini akan terasa bermakna daripada suasana ceremonial yang di penuhi dengan tepuk tangan para pengunjung acara pada saat malam anugerah pemenang, surat piagam penghargaan serta salaman dengan pejabat penting.

Tabik…!




Read more!
 
posted by JOHN F.PAPILAYA at 23.49 | Permalink | 0 comments