Kamis, Oktober 07, 2010
Mister Ten Percent


S
iapa dia…..?,

Darimana asalnya….. ?,

Mengapa dia ada….. ?,

Bagaimana dia bisa hidup?

Semua pertanyaan itu memancing keingintahuan penulis untuk lebih banyak melakukan pengamatan langsung dengan menggunakan teori observasi partisipasi yang merupakan salah satu metode penelitian atau riset yang menjadi bagian dari disiplin ilmu antropologi budaya, karena untuk mendapatkan akurasi yang memuaskan segala hal tentang subjek maka tergantung berapa lama peneliti tinggal dan bergaul dengan subjek yang ditelitinya selain melakukan observasi penulis juga dapat ikut berpartisipasi dalam kegiatan sehari-hari subjek dan lingkungannya sehingga terjalin keterdekatan emosi ,asal pada saat yang tepat kita harus dapat memisahkan diri sehingga tidak tenggelam dalam emosi yang di ekspresikan subjek karena hal ini dapat mengakibatkan visi objektif kita terganggu bahkan terpengaruhi subjektivitas opini subjek.


Awalnya ,penulis mengenal dan tahu tentang keberadaan sosok Mister 10 % pada saat dibangku kuliah di fakultas arsitektur lansekap dan lebih tepatnya pada saat diktat silabus mata kuliah manajemen lansekap dibagikan kepada setiap mahasiswa,terpampang sosok Mr 10% pada akhir bagian sebuah perhitungan RAB (rencana anggaran biaya) proyek sebagai nilai ganti jasa disain ,tidak diterangkan asal muasal keberadaan Mister 10% ini ,kenapa 10 bukan 5 atau 9 atau 3 % ..? ,apa kebangsaannya ? yang jelas sosok Mr.10 % hampir ada disetiap lembar buku diktat tersebut.

Pada saat hal ini penulis tanyakan kepada dosen yang memberikan materi kuliah ini, malah kalimat teguran yang didapat.

“ kamu itu mahasiswa baru, jangan terlalu kritis dalam bertanya .catat saja kuliah saya, nanti akan keluar waktu ujian semester…!!!”

Sebagai mahasiswa yang harus berlaku baik dalam era NKK/BKK sudah seharusnya penulis mematuhi aturan yang berlaku dengan tidak melakukan pertanyaan yang kritis jika ingin tetap lulus dalam ujian semester SKS ,akhirnya teori ‘manut saja’ di pergunakan demi meraih titel sarjana.

Akan tetapi ,kehadiran yang rutin Mister 10% dalam setiap sisi sendi kehidupan sosial selanjutnya mengusik rasa ingin tahu untuk lebih mengenal lebih dekat tentang misteri sosok Mr.10%

Dalam kehidupan berpraktisi sebagai seorang Insinyur arsitek lansekap ,Mr.10% selalu hadir setia mendampingi dimulai pada saat melakukan survey awal sebuah proyek lansekap, dia ada didalam tiket pesawat ,di kwitansi pembayaran hotel tempat menginap dan memasuki tahapan disain dia kembali ada pada saat pembelian alat-alat dan material gambar konsep perencanaan , bahkan pada tahapan pelaksanaan pembangunan intensitas kedatangan Mr.10% bisa dikatakan tidak mengenal waktu mulai dari saat pembelian material elemen pembangunan , pada saat pengiriman barang, pada saat pengecekan kwalitas material oleh pihak klien hingga pada saat proses serah terima proyek dan pembayaran termin terakhir.

Konon menurut berita Mr.10% bisa berada dimana-mana dan sering berganti rupa ada berada disudut-sudut dokumen tender, mulai dari jasa pengadaan barang, dia ada dalam perjanjian kontrak kerja kadang ada pada saat transaksi jual beli barang hingga pada saat pemerintah menarik pajak dari hasil kerja keras dalam pembangunan sebuah taman rumah dan anehnya dia juga muncul pada setiap proyek yang harus dimenangkan dalam tender pemerintah ataupun swasta dan jika Mr.10% dinegosiasikan maka alhasil proyek bakalan terbang dari penglihatan.

Dia seakan menjadi tiang penyangga bagi kehidupan karier penulis, dengan keberadaan Mr.10% kehidupan ber-praktisi seakan semakin bergairah dan terasa sangat menjamin impian untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan penulis pada setiap akhir proyek ,bahkan pada saat hari pernikahan penulis yang dilangsungkan di Bali. Kehadirannya Mr.10% terasa dekat sekali, bahkan seakan menjadi saksi bagi pihak mempelai pria dan wanita padahal dia tidak termasuk tamu yang diundang untuk datang , dia hadir pada saat bulan madu dan hadir pula direstoran waktu acara makan malam dengan nuansa ‘candle light’ dilaksanakan.

Tidak terikat akan hukum ruang dan waktu itulah siklus kehidupan Mr.10%, dia bisa berada dimana-mana di setiap sudut bumi dan tak lengkang oleh usia ,dan selalu hadir dalam setiap duka dan suka kehidupan anak manusia, memang ada keuntungan yang dapat diraih dengan mengenal dan berteman dengan Mr.10% ,karena dengan kedekatan bergaul dengannya penulis dapat melalang-buana ke-seantero negeri di nusantara bahkan bisa keluar kenegeri seberang.

Pada satu kesempatan penulis pernah menanyakan dimanakah tempat tinggal Mr.10% ? Sambil menggelengkan kepalanya

dia menjawab “ sudahlah, jangan pernah tanyai dimana aku tinggal dan darimana aku berasal ,aku ada karena engkau ada, nikmati saja keberadaanku…”


Apa yang terjadi bila Mr.10% tidak ada dalam kehidupan?

Apakah penulis masih bisa memiliki laptop keluaran terbaru atau membayar angsuran KPR?




Read more!
 
posted by JOHN F.PAPILAYA at 17.47 | Permalink | 0 comments
Parno sesaat

T
ersentak seketika, manakala sebuah email dari pembaca blog di smartlandscape.blogspot.com menanyakan salah satu contoh konkrit mengenai permasalahan kota yang dapat dan telah di selesaikan dengan metode pendekatan arsitektur lansekap.

Jujur, pertanyaan tersebut dengan meminta contoh konkrit membuat saya sebagai salah satu praktisi arsitektur lansekap yang berkecimpung selama hampir 2 dasawarsa menjadi terhenyak dan membuat jari-jari kaku sesaat untuk membalas surat elektronik tersebut.sekelebat daya pikir seakan ‘parno’ (dibaca; paranoid) menjelajahi ruang memory dalam ingatan untuk menemukan salah satu contoh konkrit karya arsitektur lansekap yang sudah dapat menjawab sebuah permasalahan kota di Indonesia.

Setelah merenung beberapa hari dengan berusaha membuka data-data sejarah ke-arsitekturan lansekap di Indonesia,kembali mengenang ke-era tahun 80-an memang penulis menjadi saksi bagi keberhasilan para mahasiswa arsitektur lansekap FAL-USAKTI menjuarai berbagai perlombaan sayembara dunia bahkan kadang dalam satu sayembara yang diadakan oleh IFLA para peserta lomba menjadi 3 besar juara . Perencanaan arsitektur lansekap dengan thema-thema solusi permasalahan kota khususnya daerah aliran sungai dengan judul “ Ciliwung with thousand face ” dimana para peserta lomba berhak atas juara dunia untuk mengatasi permasalahan kota dengan konsep-konsep bidang ilmu arsitektur lansekap, demikian pula perencanaan lansekap pada kawasan alun-alun kota yaitu kawasan Monumen Nasional (MONAS) dengan judul “A Needle in the Green Carpet” yang mengetengahkan konsep arsitektur lansekap bagi kebutuhan permasalahan kota terhadap ruang hijau terbuka dan citra kota



dan satu lagi sebuah perencanaan lansekap bagi kawasan TPA sampah perkotaan di cilincing yang judulnya penulis lupa, tapi pada masa itu banyak topik-topik permasalahan kota menjadi thema sentral bagi para peserta sayembara dunia tersebut seperti “Malioboro, terrace of jogjakarta” yang mengeluarkan konsep lansekap bagi pelestarian jalan utama malioboro sebagai ruang heritage yang perlu di lestarikan, perencanaan kawasan Pulau Ondrust,Perencanaan Kawasan Candi PULAKI di bali barat dll, akan tetapi sayangnya semua hasil sayembara yang telah diakui konsepnya secara internasional tersebut hanya dijadikan sebuah ‘piala kebanggaan’ tergantung dan berdebu ,tanpa ada satupun hasil jerih payah kerja para mahasiswa arsitektur lansekap tersebut dijadikan bundel proposal konsep bidang ke-Arsitektur-an Lansekap yang dapat diimplementasikan dalam karya nyata kepada pemerintah pusat, sehingga kini jejak-jejak langkah keberhasilan konsep-konsep arsitektur lansekap kelas dunia itu tidak pernah terlacak.

Dan sejauh ingatan belum ada sebuah hasil karya pribadi penulis selama berpraktisi yang merupakan karya konkrit sebagai salah satu solusi bagi permasalahan kota. Paling pada sekitar tahun 90-an penulis ikut terlibat dalam sebuah proyek di bantaran kali kawasan pintu air manggarai untuk merencanakan program pemerintah merevitalisasi fasilitas MCK bagi pemukim bantaran kali tersebut dan pada tahun yang sama penulis hanya sekedar menjadi 3 besar juara bagi penataan kawasan ruang terbuka bagi proyek pemukiman kumuh padat kumuh miskin dikawasan ciledug dan berhak atas hadiah uang dan piagam dari gubernur DKI sutiyoso ketika itu. Pada sisi ruang dan waktu yang lain apakah bisa di bilang sebuah karya arsitektur lansekap yang merupakan contoh konkrit peran arsitektur lansekap jika hanya berkarya melalui ide hingga konsep merevitalisasi sebuah elemen bersejarah kota kawasan bundaran HI. Selebihnya karya arsitektur lansekap yang jika bisa dianggap sebagai contoh konkrit bagi permasalah lingkungan adalah proyek perencanaan lansekap pasca reklamasi penambangan pasir di pulau sebaik sekitar era tahun 2000-an.

Ternyata susah untuk menemukan jawaban atas pertanyaan seorang blogger tersebut dengan memberikan contoh konkrit atau mungkin blogger tersebut bertanya pada tempat yang salah…? , seharusnya dia bertanya pada Ikatan Arsitek Lansekap Indonesia sebuah badan organisasi profesi yang menjadi titik sentral pusat data informasi keterlibatan dan peran arsitek lansekap selama ini dalam pembangunan nasional, atau mungkin penulis selama berpraktisi terlalu fokus pada bidang perencanaan kawasan resort dan jauh daripada perencanaan dalam skala kota/urban ,sehingga agak susah untuk memberikan contoh-contoh karya lansekap yang berhubungan dengan permasalahan perkotaan…?, Atau mungkin jika ditanyakan apakah seorang arsitektur lansekap pernah bekerjasama dengan tim lain untuk menemukan jawaban solusi bagi permasalahan kota, itu lebih mudah untuk mencari contoh konkritnya..?, Atau yang paling ekstrem, ini adalah kesalahan pemerintah tidak pernah memberikan ruang bagi praktisi arsitek lansekap untuk berperan tunggal dalam mencari jawaban solusi bagi permasalahan perkotaan.. !

akan tetapi jawaban tersebut hanya sebagai alasan yang dibuat-buat saja, sudah sepatutnya seorang praktisi Arsitektur Lansekap yang telah berkecimpung hampir 2 dasawarsa di bumi nusantara ini paling tidak bisa memberikan 2 atau 3 contoh konkrit (tidak usah banyak) mengenai karya arsitek lansekap yang merupakan contoh konkrit solusi akan permasalahan kota yang dilakukan dengan pendekatan bidang ilmu arsitektur lansekap tanpa embel-embel “Design by Team” or “Design by Individual”-kah?.


Karya arsitektur lansekap nyaris tidak terdengar…..alangkah sayangnya

Apa mau dikata…!! Ini Indonesia Bung…!!

Merdeka atau Mati….!!!



Read more!
 
posted by JOHN F.PAPILAYA at 17.44 | Permalink | 1 comments