Jumat, Maret 04, 2016
Sketsa freehand di abaikan


D iera digital CAD merajai sudut ruang studio setiap biro Arsitek Lansekap, berjajar LED monitor bergaya megah di meja seorang praktisi Arsitektur Lansekap  , keberadaan meja gambar A0 Max atau MUTOH hanya sebagai prasyarat untuk hanya sekedar menjadi ciri khas ruang kerja sebuah studio biro arsitek.



Keyboard, pen stylus dan mouse berhasil mencuri kedudukan singgasana ruang, mengalahkan kejayaan rapido, spidol marvy, pinsil warna. Tidak ada terlihat sebatang rapido ada disetiap kantong seorang arsitek lansekap tergantikan dengan tas tenteng yang berisikan laptop sebagai alat berkomunikasi antara mereka maupun dengan klien. 
Mencoba mencari keberadaan kertas kalkir atau kertas roti di setiap biro arsitek merupakan barang langka, meskipun terkadang oleh beberapa biro arsitek benda benda tersebut tetap menjadi material studio dominan yang wajib harus ada. 

Keheningan saat menikmati komposisi warna dan ruang tanpa harus memperhatikan fungsi menjadi suasana yang sangat dirindukan, momen menjalin komunikasi dengan tapak saat tangan secara analog manual  menggerakan ujung rapido atau ujung pinsil 2 B menjadi suatu hal yang tidak ternyatakan lagi , sehingga keterikatan ide pikiran dengan tapak seakan memiliki batas yang nyata mengingkari bahwa menggambar adalah medium media komunikasi . digital menghilangkan kewarasan saat membuat sebuah garis yang mengandung detail yang padat yang kadang membutuhkan tangan yang stabil dan kesabaran yang luar biasa.




Membereskan berlembar lembar hasil disain selama berpraktisi dan harus membuangnya merupakan suatu pengalaman batin yang aneh dan terasa janggal , terpaksa harus memilah lembar yang baik dan tidak bagus menjadi tantangan bagaikan memilih mana sahabat ruang yang harus pergi dan sahabat ruang yang harus tetap disimpan. 

 Berat…!!! 

melepaskan berbagai kenangan dan suka duka yang tersimpan disetiap lembar sketsa freehand

Akan tetapi ruang studio harus tetap dibersihkan dari lembar lembar gambar yang tidak terpakai lagi demi atas nama efisiensi ruang studio dan modernitas, menggusur tempat mereka dan menggantikan dengan jajaran monitor-monitor graphis digital. 

Terakhir kali melihat lembar-lembar gambar bagaikan melepas sesuatu dari memori sepanjang waktu berpraktisi. Menggambar yag merupakan medium universal komunikasi perlu di benahi,memang ada rasa terkejut akan perampasan pensil dan kertas kalkir dengan stylus dan mouse graphis yang mampu menghadirkan kebebasan untuk teknik teknik baru dan bentuk bentuk inovatif yang belum pernah terjadi sebelumnya,mampu membuat interprestasi visual menjadi lebih menarik meskipun menjadikannya homogemoni cita rasa.

Label:

 
posted by JOHN F.PAPILAYA at 16.54 | Permalink |


0 Comments:


Posting Komentar

~ back home