Bayangkan
sebuah kota yang bernapas, yang bercerita, yang hidup melalui ritme air,
cahaya, dan budaya. Bayangkan Jakarta, jantung Indonesia, tempat jalanan
berdetak, lampu berkedip, dan mimpi-mimpi bangsa lahir. Di tengahnya berdiri
Bundaran HI, di mana Bundaran HI bukan sekadar persimpangan jalan raya , tapi
panggung di mana ideologi, sejarah, dan kreativitas bersatu. Saya, seorang
arsitek lanskap , berdiri di panggung itu, bukan untuk menata taman, tapi untuk
mengukir jiwa bangsa melalui desain yang berani, penuh makna, dan abadi. Ini
bukan cerita tentang keresahan , tapi tentang kebanggaan menjadi arsitek
lanskap, tentang api kreativitas yang tak pernah padam, dan tentang tekad untuk
menunjukkan bahwa ilmu kami adalah denyut nadi peradaban.
Menyulam
Simfoni di Jantung Jakarta
Dua dekade
lalu, saya dipercaya merancang ulang lanskap Bundaran HI kesempatan ini
diberikan oleh Dinas Pertamanan DKI dan saya didukung oleh pihak sponsor swasta
yaitu PT.Mitra Indra Buana, Kita mengetahui semua bahwa Landmark yang lahir
dari visi Ir. Soekarno, sang arsitek Indonesia modern adalah sebuah Kawasan
Bundaran HI dengan Tugu Selamat Datang, secara simbolik kolamnya
sebagai yoni dan tugu menjulang sebagai lingga identic dengan simbolik dari
tugu Monumen nasional, Kawasan Bundaran HI adalah sambutan hangat bangsa kepada
dunia. Ketika kesenpatan itu datang kepada saya sebagai Arsiotek Lanskap,saya
ingin lebih, Saya ingin Bundaran HI bernyanyi, menari, dan berbicara bukan
sekedar hanya menjadi sebuah Landmark kota yang kaku dalam skala monumentalnya
saja, saya ingin air mancurnya menjadi puisi, lanskapnya menjadi manifesto,
setiap sudutnya mencerminkan jiwa Indonesia. Saya ingin Indonesia melihat:
arsitektur lanskap bukan bayang-bayang arsitektur bangunan, bukan sekadar
“tukang taman”, akan tetapi kami adalah pencipta ruang, penutur budaya,
pengukir identitas.
Maka, saya
melahirkan konsep thema “Gerak, Warna, Suara”,yang timbul karna
analisa patung selamat datang terkesan kaku statis, sedankan
keberadaannya ada ditengah pusat dinamika kota Jakarta, thema “gerak,warna dan
suara” itu di implementasikan lewat mengatur efek dan tata letak semburan
menjadi sebuah simfoni air mancur yang tak hanya memukau mata, tapi
menggetarkan jiwa. Saya merancang formasi air mancur menjadi lima formasi yang
menjadi penanda waktu bagi kota Jakarta disumbu jalan protocol MH.thamrin dan
Sudiman Jakarta, sekaligus Lima Formasi air mancur yang masing-masing
menyuarakan lima sila Pancasila, ideologi yang digali Soekarno untuk menyatukan
bangsa., Ini bukan sekadar desain—ini adalah teriakan bahwa arsitektur lanskap
bisa menangkap esensi Indonesia:
1. Selamat Pagi Jakarta: Semburan Air mancur dengan
efek Kabut embun yang lembut membelai kota dengan sinar mentari pagi bias
menciptakn warna Pelangi, seakan menandakan ucapan Salam Selamat Pagi bagi
penghuni kota dan juga melambangkan Ketuhanan Yang Maha
Esa. Seperti doa pagi, formasi ini membawa kesejukan, mengingatkan bahwa iman
adalah fondasi bangsa.
2. Selamat Siang Jakarta: Dilambangkan dengan
semprotan Jet air menjulang vertikal, penuh kuasa, mencerminkan Kemanusiaan
yang Adil dan Beradab. Ini adalah semangat kerja, keadilan, dan martabat
manusia di puncak hari.
3. Selamat Sore Jakarta: dilambangkan dengan
Lengkungan air saling merangkul, diterangi kilau matahari senja kota yang
memberikan efek bias pada titik air mancur warna keemasan,sebagai simbolik
menyuarakan Persatuan Indonesia. Senja menjadi pelukan hangat yang menyatukan suku,
agama, dan budaya.
4. Selamat Malam Jakarta: Dilambangkan dengan efek
Air mancur berbentuk jamur dalam formasi melingkar, bercahaya dengan
uplighting, melambangkan Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan.
Ini adalah musyawarah malam, di mana kebijaksanaan menerangi demokrasi.
5. Selamat ber-Hari Minggu Jakarta: dilambangkan dengan harmoni
semua formasi, bergerak dengan tinggi-rendah saling mengisi, bersuara dan
berwarna, merayakan Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Hari libur
menjadi pesta kebersamaan, cerminan cita-cita Pancasila.
Setiap
semburan adalah sila, Setiap gerakan adalah cerita,
Setiap kilau adalah Indonesia. Saya ingin Bundaran HI menjadi
penanda waktu yang hidup dan bukan berpedoman hanya pada jam dinding kota yang
kaku, tapi air mancur yang bernyanyi tentang ritme kehidupan Jakarta, dari
embun pagi hingga gemerlap malam.
Menancapkan
Budaya di Setiap Inci
Saya
bekerja sendirian di awal, menggambar sketsa di malam sepi, mempresentasikan
berulang ulang kali hasil perencanaan revitalisasi Kawasan bundaran HI ke tim
pemerintah daerah DKI yang terdiri dari 9 perwakilan dari Profesor hingga Dinas
pendapatan pajak bersamaan dengan Tim lain yang mendisain Patung Sudirman di
ujung Jalan Sudirman, dan kemudian mempresentasikan ke
wakil gubernur DKI saat itu, Saya bukan sekadar mendisain revitalisasi Kawasan
bundaran HI semata, pada saat itu saya juga ingin berjuang untuk membawa
arsitektur lanskap ke panggung nasional.
Ketika
konsep ini disetujui, saya tahu: kami, arsitek lanskap, telah mengukir sejarah.
Kami telah membuktikan bahwa ilmu ini bisa berbicara tentang ideologi, budaya,
dan masa depan.
Arsitektur
Lanskap: Revolusi yang Tak Terhentikan
Kalian yang
membaca ini, dengarkan: arsitektur lanskap bukan tentang taman-taman kecil yang
manis. Kami adalah arsitek ruang yang mengubah dunia. Di Bundaran HI, saya
menorehkan Pancasila dalam semburan air, menghidupkan visi Soekarno, dan
menyisipkan budaya nasi tumpeng di jantung Jakarta, dan Di proyek lain, seperti
masterplan Hotel resort di Bromo atau villa permaculture di Kintamani, saya
memimpin diskusi tentang keberlanjutan dan identitas. Bahkan di ruang sidang,
sebagai saksi ahli kasus hukum lingkungan pasca reklamasi tambang Pasir
laut di Tanjung Balai Karimun, saya memperjuangkan bahwa ilmu kami
relevan untuk keadilan lingkungan.
Kepada
masyarakat Indonesia: buka mata kalian! Lanskap di sekitarmu adalah cerminan
jiwa bangsa, dari taman kota hingga resort pegunungan. Kepada intelektual
akademik: Ilmu kami adalah Mitra berkarya di bidang ke-arsitekturan bukan hanya
sekedar Sub-Bidang arsitektur ,kami bukan pelengkap . Kami adalah mitra,
pemimpin, dan inovator.
Dan kepada
mahasiswa arsitektur lanskap: bangkitlah! Kalian bukan sekadar penata taman,
kalian adalah visioner yang bisa merancang kota, membentuk budaya, dan
mengguncang kebijakan hukum lingkungan . Jangan takut bermimpi besar.
Dokumentasikan karyamu, perjuangkan visimu, dan terus melangkah, meski dunia
belum selalu mengerti.
Api yang
Tak Pernah Padam
Bundaran HI
adalah satu nyanyian dalam simfoni panjang saya. Saya terus menggambar,
merancang, dan bertarung. Dari resort di Ubud hingga villa di Batu Malang, dari
revitalisasi kota hingga advokasi lingkungan, selalu membawa kebanggaan
arsitektur lanskap ke setiap Langkah dalam kekaryaan arsitektur lanskap.
Rintangan?
Hanya batu kecil di jalan.
Tantangan?
Bahan bakar untuk kreativitas.
Saya adalah
arsitek lanskap, dan ilmu ini adalah api yang tak akan pernah padam.
Kalian,
pembaca, adalah bagian dari revolusi ini. Lihatlah lanskap dengan mata
baru—sebagai kanvas tempat kita menulis cerita bangsa. Bergabunglah dengan
kami, arsitek lanskap, untuk membangun Indonesia yang lebih hijau, lebih
bermakna, lebih hidup. Bagikan visimu, rancang mimpimu, dan jadilah bagian dari
perubahan!
“Mereka yang memetik bunga dari
taman orang lain mungkin bersorak sesaat, namun akarnya tetap milik sang
penanam “.
Label: artikel, fee design, Konsultan Lansekap, kontraktor lansekap, Profesi, profil arsitek lansekap
Posting Komentar