Senin, Juli 28, 2025
Mengapa Jiwa Anda Ingin Melarikan Diri: Naluri Primal di Balik Penolakan Kehidupan Kota"



Pernahkah Anda merasa... semakin lama Anda tinggal di kota, semakin sesak dada Anda?
Bukan hanya karena polusi. Bukan hanya karena kemacetan. Ada sesuatu yang lebih dalam, lebih kuno ,sesuatu yang menggeliat diam-diam dalam tulang Anda.

Fakta sederhana: lebih dari 60% penduduk kota mengalami stres kronis (sumber: WHO, 2024). Tapi mari jujur, ini bukan sekadar dampak "gaya hidup modern". Ini tubuh Anda, jiwa Anda, berteriak: “Ini bukan habitatku.”

Kita sering diajarkan untuk mengejar lampu-lampu terang, gedung tinggi, dan ritme kota yang tak pernah tidur. Tapi di balik semua itu, ada kebenaran sederhana yang sering kita abaikan:

“ Manusia diciptakan untuk padang rumput, sungai mengalir, dan langit luas , bukan untuk dinding beton dan jalanan macet.”

Dalam tulisan ini, saya akan membawa Anda menelusuri akar terdalam dari rasa gelisah Anda. Mengapa keinginan untuk kabur ke tempat sepi bukanlah tanda kelemahan, melainkan panggilan primal yang seharusnya Anda dengarkan.

Masalah: Kota Melawan Cetak Biru Evolusi Kita

Kota membanjiri indera kita dengan segala yang asing dan perlahan kita merekam dan berusaha beradaptasi dengan keasingan itu.
Bunyi klakson, sirene, lampu neon, aroma asap kendaraan, desakan orang di jalan... semuanya bertubi-tubi menyerang sistem saraf kita, siang dan malam, tanpa henti.

Padahal, selama 99% sejarah manusia, kita hidup dalam suku kecil yang bergerak selaras dengan alam. Kita mendengarkan suara burung, merasakan perubahan angin, membaca pergerakan bintang.
Itulah habitat alami kita. Itulah "rumah" yang sebenarnya.

Ketika Anda berdiri di tengah kemacetan, dengan suara bising dan lampu menyilaukan menusuk mata, dan dada Anda terasa berat itu bukan sekadar stres.
Itu adalah alarm naluriah Anda, diwariskan dari ribuan generasi, berteriak:


"Ada sesuatu yang salah di sini."

 

Bagaimana Kota Mengacaukan Sistem Primal Kita

Kota modern memaksa otak kita berada dalam kondisi fight or flight terus-menerus.

  • Kebisingan memicu hormon stres.
  • Polusi udara mengganggu pernapasan alami.
  • Keterasingan sosial menekan kebutuhan dasar kita untuk berhubungan dalam komunitas kecil.

Tubuh kita tidak dirancang untuk terus-menerus terpapar "ancaman kecil" tanpa henti. Hasilnya? Gelombang kecemasan, kelelahan emosional, kehilangan makna hidup.

Tidak heran semakin banyak orang mulai dari generasi muda hingga dewasa — mencari pelarian: pindah ke desa, membangun rumah mungil, hidup off-grid, atau sekadar rutin “melarikan diri” ke alam setiap akhir pekan.

Ini bukan sekadar gaya hidup alternatif.
Ini adalah gerakan primal — upaya kolektif untuk pulang ke ritme alami tubuh dan jiwa kita.

 

Tanda-tanda Anda Sedang Dipanggil oleh Naluri Primal Anda

Jika Anda mengalami beberapa hal ini, percayalah: Anda sedang dipanggil kembali ke akar Anda.

  • Anda sering membayangkan tinggal di sebuah kabin kecil di tengah hutan.
  • Anda merasa lega luar biasa hanya dengan berjalan kaki di taman kota kecil.
  • Anda merasa tubuh dan pikiran Anda rileks saat mendengar suara ombak, burung, atau angin di pepohonan.
  • Anda merindukan keheningan. Bukan keheningan mati, tapi keheningan hidup ,tempat di mana alam berbicara dalam bahasa yang lebih dalam daripada kata-kata.

Ini bukan pelarian. Ini adalah kembali ke kodrat.

 

Penutup: Dengarkan Panggilan Itu

Kita tidak harus meninggalkan segalanya besok pagi.
Tapi kita bisa mulai mendengarkan bisikan primal itu hari ini.

Berikan diri Anda kesempatan untuk bernapas tanpa topeng polusi.
Berikan jiwa Anda kesempatan untuk mendengar suara angin yang utuh, bukan suara mesin.

Dengarkan tubuh Anda. Dengarkan insting Anda. Mereka tidak salah.

 


Label: , , , ,


Read more!
 
posted by smartlandscape at 06.46 | Permalink | 0 comments
Jumat, Juli 18, 2025
TAK ADA KEHARMONISAN YANG NETRAL



Mengapa Desain Resort Butuh Keberpihakan, dan Kenapa “Semua Harus Bagus” Justru Merusak Tapak

Setiap arsitek, desainer lanskap, atau pemilik proyek resort tropis pada akhirnya akan menghadapi satu momen kunci: saat mereka harus memilih siapa yang menang dan siapa yang kalah di dalam tapak.

Karena meskipun tampaknya kita sedang membuat masterplan yang harmonis, pada dasarnya kita sedang membuat hierarki pengalaman.
Dan setiap hierarki butuh keputusan tegas:

  • Siapa yang dikedepankan
  • Siapa yang dikorbankan
  • Apa yang dijaga
  • Apa yang dibiarkan hilang

Desain bukan soal kompromi. Desain adalah keberpihakan.

1.Mitologi Harmoni: Ilusi Paling Populer di Dunia Resort

Kita dibesarkan oleh arus desain yang selalu memuja harmoni dan keseimbangan.
Brosur hotel berkata:

“Semua kamar menghadap laut.”
“Setiap sudut punya view Instagramable.”
“Tak ada yang ditinggalkan. Semua dapat porsi.”

Tapi jika kalian melihat lebih tajam, justru dari sinilah kelemahan pengalaman muncul.
Karena ketika semua view ‘bagus’,
→ tidak ada yang luar biasa.
Ketika semua zona “dirancang dengan perhatian setara,”
→ tidak ada zona yang benar-benar memikat atau mengguncang.

Ini bukan harmoni. Ini keseragaman yang menyamar sebagai keseimbangan.

2.Dalam Desain Resort, Harus Ada Yang Kalah

Desain tapak yang bermakna tidak lahir dari "keseimbangan total", tapi dari ketimpangan yang disengaja.
Bayangkan seorang komponis. Ia tidak memberi semua nada volume yang sama.
Ia memilih:

  • Mana yang menjadi klimaks
  • Mana yang menjadi jeda
  • Mana yang hanya gema

Begitu juga dalam masterplan:

Harus ada zona yang ditinggikan. Harus ada yang ditenangkan. Dan harus ada yang diredam.

Kita tidak bisa menempatkan sacred grove dan parking lot di tingkat perhatian yang sama.
Kita tidak bisa mengatur view sunrise untuk setiap kamar.
Kita tidak bisa menyenangkan semua elemen. Karena yang dirancang bukan demokrasi, tapi pengalaman yang terstruktur.

3.Membela yang Satu = Membenci yang Lain

Ini bagian paling sulit dicerna oleh desainer dan klien biasa.
Tapi bagi arsitek lanskap berpihak, ini adalah keputusan moral dan strategis.

“Kalau saya memilih menyelamatkan lereng utara untuk sacred zone, maka saya rela membiarkan vila mewah tidak mendapatkan view ke sana.”
“Kalau saya mendesain zona hening yang benar-benar sunyi, maka saya harus menolak akses kendaraan di radius 100 meter.”
“Kalau saya mau merestorasi mangrove, maka saya harus berkata tidak pada boardwalk beton dan kafe terapung.”

Setiap pilihan berarti pengorbanan.
Setiap keberpihakan berarti penolakan terhadap nilai lainnya.

Inilah perang kecil dalam desain.
Dan arsitek lanskap bukan mediator — tapi jenderal yang memilih posisi.

4.Desain Resort Bukan Katalog Estetika

Salah satu kesalahan fatal dalam proyek resort adalah ketika masterplan dijadikan etalase:
“Ini ada kolam yang indah.”
“Di sini ada taman tematik.”
“Di sana ada spot foto.”
Semua zona ingin punya daya tariknya sendiri. Semua desain ingin tampil.

Akhirnya, resort menjadi pameran gaya, bukan struktur pengalaman.

Padahal, pengalaman hebat justru dibangun dari kontras dan ketegangan:

  • Dari jalan gelap menuju clearing terang.
  • Dari zona padat menuju ruang kosong.
  • Dari ruang ramai menuju keheningan mendalam.

Tanpa nilai yang ditinggikan, tidak ada yang bisa dikenang.

5. Apa Jadinya Jika Semua Dirancang Netral?

Resort netral adalah resort yang terlupakan.
Karena tidak ada posisi yang cukup tajam untuk membekas.
Pengunjung akan berkata:

“Bagus sih. Tapi tidak ada yang benar-benar menonjol.”
“Terlalu rapi. Terlalu ‘aman’.”
“Semua seperti sudah pernah saya lihat di tempat lain.”

Ini adalah kutukan desain netral.
Ia terlalu takut kehilangan apapun, sampai akhirnya tidak berhasil menyampaikan apapun.

6. Berpihak = Merancang dengan Luka Pilihan

Setiap masterplan yang benar-benar bermakna,
dibangun dari keputusan-keputusan yang menyakitkan tapi bermartabat.

kalian ingin mempertahankan sacred hill?

Maka jangan bangun amphitheater di punggungnya.
kalian ingin menjaga napas lembah alami?
Maka korbankan sirkulasi kendaraan.
kalian ingin membangun pengalaman privat yang otentik?
Maka jangan dirancang untuk semua orang.

Desain resort yang besar lahir dari luka pilihan.
Dan luka itulah yang menjadi tanda bahwa kalian arsitek lankap berani berpihak.

 

7.Kenapa Ini Penting? Karena Kita Tidak Lagi Bisa Netral

Di tengah krisis iklim, polusi visual, dan homogenisasi desain global,
netralitas bukan lagi kebajikan. Ia justru jadi tanda keterlibatan pasif dalam kehancuran.

kalian netral soal ekologi?

Maka kalian membiarkan hutan ditekan.
kalian netral soal budaya lokal?
Maka kalian menyerahkan narasi pada turis.
kalian netral soal estetika?
Maka kalian akan ikut dalam banjir desain klise.

Saatnya menghapus kata “netral” dari desain tapak.
Karena hanya dengan membenci yang satu, kita bisa membuat yang lain bersinar.

8.Apa yang Bisa Kita Lakukan Sebagai Konsultan Tapak?

Tentukan Zona Utama — Dan Biarkan Ia Mendikte Sisanya.
Misalnya: Sacred hill, hidden path, river bend, atau cliff edge.

Identifikasi Musuh dari Fokus Itu.
Kalau kalian memilih hutan primer sebagai pusat, musuhnya adalah aspal, kebisingan, atau cahaya malam.

Buat Hierarki yang Tegas.
Semua zona tidak boleh punya bobot yang sama.
View terbuka → dominan.
Zona servis → diredam.
Zona sakral → dijaga.

Beri Ruang untuk Yang Tak Menarik Secara Visual.
Karena kekuatan sebuah tapak tidak selalu ada pada yang “instagrammable”.

Jangan Ragu Menolak Desain ‘Komplit’
Resort hebat justru hadir ketika ia tidak mencoba memuaskan semua ekspektasi.

 Penutup: Resort Itu Medan Ideologi

Jika kalian memandang desain resort hanya sebagai proyek estetika dan komersial,
maka kalian sedang berdiri di sisi yang salah dari sejarah tapak.

Tapi kalau kalian percaya bahwa setiap garis kontur, arah view, dan struktur ruang adalah pernyataan nilai,
maka selamat karna kalian sedang berperan sebagai penjaga konstelasi spasial yang berpihak dan bermakna.

Desain bukan kompromi. Ia adalah keberanian berpihak.
Dan hanya mereka yang memilih untuk berpihak… yang layak memegang kuasa atas tanah.

 



Label: , , , , , ,


Read more!
 
posted by smartlandscape at 01.44 | Permalink | 0 comments
Selasa, Juni 10, 2025
Menghidupkan Jiwa Tapak: 5 Pendekatan Unik Merancang Resort Berbasis Sense of Place

 

Bayangkan ketika anda menginap di sebuah resort yang tak hanya indah dipandang mata, tapi juga terasa akrab, menyentuh rasa, dan seperti berbicara diam-diam kepada jiwa Anda. Tempat yang membuat Anda ingin diam sejenak, menutup mata, dan menarik napas dalam karena terasa begitu "pas".Artinya resort seperti ini bukan sekadar dirancang untuk difoto, tapi untuk dirasakan, dikenang, bahkan dirindukan. Itulah kekuatan dari pendekatan desain berbasis sense of place.

Dalam tulisan ini, saya ingin berbagi 5 (lima) Pendekatan Unik Merancang Resort Berbasis Sense of Place, yang saya pelajari dan kembangkan selama bertahun-tahun dalam merancang resort. Ini bukan rumus atau teori baku, tapi lebih seperti lima lensa perspektif untuk melihat tapak dengan cara yang lebih dalam dan manusiawi. Mari kita mulai satu persatu:

1. "Menanamkan Jiwa Tempat"

Setiap tapak punya cerita. Ada yang pernah menjadi ladang palawija, tempat upacara adat, atau sekadar tanah yang tiap pagi disapu embun dan diterpa angin gunung. Saat kita merancang resort, kita tak sedang menciptakan tempat baru akan tetapi kita sedang menambahkan bab baru dalam cerita yang sudah lama berjalan di tapak tersebut.

Menanamkan jiwa tempat berarti menghormati narasi lanskap. Bisa dimulai dari yang sederhana: mengikuti arah aliran air, mempertahankan pohon tua, atau menyesuaikan bentuk bangunan dengan kontur alami. Tapi lebih dari itu, ini tentang menyelaraskan desain dengan rasa tempat itu sendiri. Kadang, jawabannya tidak datang dari sketsa awal di drawing book A3, tapi dari duduk diam di tapak, mendengarkan suara jangkrik, atau berbincang dengan warga lokal.

Resort yang memiliki jiwa tempat tidak terasa asing. Ia seperti rumah kedua yang belum pernah kita kenal sebelumnya.

2. "Kapital Ruang"

Di dunia properti, kita sering berbicara tentang nilai lahan dan return of investment. Tapi ada satu jenis kapital yang sering luput dari perhitungan: kapital ruang. Ini adalah potensi unik dari sebuah tapak yang bisa dikonversi menjadi nilai pengalaman dan komersial.

Misalnya, sepetak tanah di ujung tebing dengan pandangan langsung ke laut bukan hanya cantik—itu adalah ruang dengan kapital visual tinggi. Atau sebuah lembah kecil yang tenang bisa menjadi lokasi ideal untuk spa atau meditasi. Dengan mata yang peka, kita bisa mengenali kekuatan-kekuatan tersembunyi ini.

Kapital ruang bukan soal luas atau lokasi strategis, tapi bagaimana ruang itu bisa menghadirkan momen tak terlupakan dan disain perencanaan yang tepat akan mengangkat nilai itu, bukan sekadar memoles tampilan.

3. "Bahasa Tanaman dan Materi"

Coba ingat kembali resort paling berkesan yang pernah Anda kunjungi. Apa yang Anda lihat? Wangi bunga flamboyant di pagi hari, bunga kamboja disenja hari? Lantai kayu tua yang berderit lembut saat diinjak? Dinding batu alam yang terasa dingin dan kuat?

Tanaman dan material adalah bahasa yang digunakan lanskap untuk berbicara kepada kita. Memilih vegetasi lokal bukan hanya soal ekologi, tapi juga soal rasa dan memori. Begitu juga dengan material: batu dari sungai terdekat, kayu dari hutan yang lestari, atau bahkan keramik buatan perajin desa.

Dengan bahasa ini, kita menciptakan cerita. Kita menanam makna. Dan tamu yang hadir tidak sekadar melihat keindahan, tapi menyerap rasa tempat itu ke dalam ingatan mereka.

4. "Aktivasi Ruang Emosional"

Resort bukan hanya tempat tidur dan kolam renang. Ia adalah panggung tempat emosi manusia bermain. Dalam satu hari, seorang tamu bisa merasa kagum, lega, damai, bahkan terharu.

Tugas kita sebagai perancang adalah menyiapkan skenario itu. Misalnya, lorong menuju villa yang perlahan menyempit, memberi rasa penasaran dan kejutan. Atau tempat duduk di bawah pohon besar yang seolah memeluk dan melindungi dari hiruk-pikuk dunia.

Aktivasi ruang emosional berarti mengajak manusia merasa, bukan hanya beraktivitas. Kita ciptakan momen untuk bernafas lega, merenung, atau sekadar merasa hadir sepenuhnya di sini dan sekarang.

5. "Harmoni Tak Terlihat"

Ini bagian yang paling sering tak disadari tapi sangat terasa: kenyamanan alami. Resort yang nyaman tidak harus selalu dingin karena AC atau hening karena insulasi buatan. Kadang, kenyamanan sejati datang dari hal-hal yang hampir tak terlihat.

Pohon yang ditanam strategis bisa menghadirkan bayangan alami. Tanaman penghasil fitonsida seperti cemara atau kayu putih bisa meningkatkan kualitas udara dan memperbaiki suasana hati. Jalur angin yang dijaga bebas hambatan bisa membuat area outdoor tetap sejuk tanpa kipas.

Desain yang baik seharusnya bekerja diam-diam. Ia tidak mendominasi, tapi mendukung ritme alami tapak dan tubuh manusia. Itulah harmoni tak terlihat yang membuat tamu betah berlama-lama tanpa tahu persis kenapa.

Penutup: Membangun Tempat, Bukan Sekadar Proyek

Kelima pendekatan ini bukanlah metode instan. Ia membutuhkan waktu, empati, dan keberanian untuk tidak terburu-buru. Tapi hasilnya bukan sekadar resort yang indah di brosur, melainkan tempat yang hidup, punya napas, dan mampu menyentuh batin manusia.

Desain yang berhasil bukan yang membuat orang berkata "wow" saat pertama kali datang, tapi yang membuat mereka tak ingin pulang.

 

“Beranilah merancang dengan rasa, bukan hanya data. Karena tempat yang punya jiwa, tak akan pernah kehilangan makna.”

 

 


Label: , , , , ,


Read more!
 
posted by smartlandscape at 16.12 | Permalink | 0 comments
Kamis, Mei 29, 2025
Ngopi Bareng Bill Bensley: Belajar Desain yang Penuh Cerita dan Warna

 


Pernah nggak, kamu masuk ke sebuah hotel atau resort dan langsung merasa seperti lagi masuk ke dunia lain? Bukan cuma cantik, tapi penuh kejutan, warna, dan cerita di setiap ruang sudutnya. Nah, itu salah satu ciri khas desainnya Bill Bensley seorang arsitek lanskap eksentrik yang terkenal karena gayanya yang nggak biasa, tapi susah dilupakan.

Jadi, buat kamu yang bergelut di dunia desain lanskap, arsitektur, atau bahkan sekadar pencinta ruang indah, ada banyak hal menarik yang bisa dipelajari dari pria yang disebut-sebut sebagai “Willy Wonka-nya dunia hospitality” ini.

Yuk kita bahas santai, sambil ngebayangin kita lagi ngopi sore di teras resort tropis!

1.Cerita Dulu, Desain Kemudian

Bill Bensley selalu memulai desain dari sebuah cerita. Bukan sekadar bikin taman atau bangunan yang estetik, tapi semuanya harus punya soul. Bensley bukan tipe desainer yang langsung buka laptop dan gambar denah. Dia justru mulai dari pertanyaan yang lebih dalam: “Apa kisah yang ingin diceritakan tempat ini?”

Misalnya waktu dia bikin JW Marriott di Phu Quoc, Vietnam. Dia nggak bilang, “Ini hotel bintang lima.” Tapi dia ciptakan cerita: menciptakan konsep imajiner seolah-olah hotel itu adalah kampus dari universitas fiktif abad ke-19. Jadilah setiap ruangan terasa seperti bagian dari narasi besar. Bukan cuma tempat nginap, tapi pengalaman imajinatif. Setiap ruang punya karakter terkesan ada nuansa sejarah yang bikin tamu merasa sedang menjelajahi museum hidup

Buat kita sebagai arsitek lanskap, ini bisa diartikan: sebelum gambar-gambar layout, pikirkan dulu, apa kisah dari tempat ini? Apakah tentang budaya lokal? Tentang petualangan? Atau tentang nostalgia masa kecil?

Kita sebagai arsitek lanskap bisa belajar dari sini. Bahwa setiap ruang luar bisa punya cerita. Mau itu berupa bentuk taman, jalan setapak, atau gerbang masuk—semuanya bisa jadi bagian dari storytelling yang membuat desain kita lebih bermakna

2. Maximalism: Berani, Tapi Terarah

Bill Bensley nggak pelit warna. Dia pakai semuanya! Merah, biru, kuning, hijau—kadang semua dalam satu ruang. Tapi anehnya, tetap kerasa indah dan nyambung. Inilah yang disebut sebagai maximalism, yaitu gaya desain yang kaya warna, detail, dan elemen dekoratif.

Tapi ingat!, bukan berarti asal tabrak saja. Di tangan Bensley, semua warna, bentuk, dan ornamen itu punya tujuan. Mereka saling menguatkan cerita, bikin mata kita menari dari satu detail ke detail lain. Seperti baca buku cerita bergambar di setiap halaman punya kejutan baru, punya nuansa berbeda.

Maximalism ala Bensley tetap punya aturan main.  Elemen yang dipakai harus mendukung cerita, memperkuat suasana, dan bikin pengunjung terus ingin menjelajah. Misalnya:

·         Ubin berpola rumit yang memandu arah langkah.

·         Ukiran khas lokal yang memberi rasa tempat.

·         Kombinasi tekstur—dari rotan, batu, sampai kaca patri—yang menggoda mata untuk terus memandang.

Kalau kamu seorang desainer lanskap, bisa mulai dari menggunakan tanaman berwarna tajam, elemen hardscape unik, atau bahkan jalur masuk dengan framing dramatis. , bebatuan unik, jalur setapak zigzag, atau elemen air yang muncul tiba-tiba.

Alhasil Ruang akan jadi kaya rasa.  Intinya: bikin pengunjung merasa seperti masuk ke dunia rahasia.

3. Seni Lokal Bukan Sekadar Hiasan

Bill Bensley sangat mencintai budaya lokal. Dia sering berkolaborasi dengan pengrajin setempat untuk menghidupkan elemen-elemen desain. Patung batu, tekstil tenun, furniture kayu ukir—semuanya bukan hanya ornamen, tapi bagian dari cerita tempat itu sendiri.

Cara bensley memberdayakan seni lokal adalah caranya menghadirkan roh lokal. Bukan cuma tempel ornamen budaya, tapi benar-benar menggali dan menghidupkan warisan setempat lewat desain.

Nah, kita pun bisa meniru cara ini. Dalam desain lanskap, misalnya, kamu bisa menghadirkan relief lokal, plaza dengan pola batik, atau instalasi seni dari material alami yang menceritakan identitas tempat. pikirkan elemen lokal yang bisa diangkat dan selalu ingat bukan karena tren, tapi karena memang punya makna. Mungkin lewat motif batu, pola tanam, atau bentuk jalur yang terinspirasi dari budaya setempat.lekayaan ala, budaya Indonesia kaya akan hal seni lokal yang bisa di eksploitasi secara luxury.

4. Kejutan adalah Rasa Manis di Ujung Lidah

Salah satu trik jitu Bensley adalah menciptakan momen-momen kejutan. Tangga spiral yang tersembunyi, jembatan gantung di tengah hutan, atau koridor rahasia yang mengantar ke taman tersembunyi. Semua ini bikin pengalaman jadi tak terlupakan.

Dalam konteks lanskap, kamu bisa pakai prinsip ini dengan:

·         Pintu gerbang tak terduga

·         Tanaman rimbun yang membuka ke ruang terbuka

·         Suara air atau pencahayaan tersembunyi yang muncul tiba-tiba

Itu semua bukan kebetulan. Ia sengaja dirancang untuk menciptakan momen “wah”. Dalam lanskap, ini bisa diterjemahkan jadi pintu kecil yang menyambut taman luas, atau jalan setapak yang menyempit lalu melebar. Seperti menyajikan kisah, bab demi bab.

5. Desain yang Mengutamakan Keberlanjutan dan Keharmonisan Alam

Meskipun desain Bensley dikenal dengan elemen mewah dan kreatifnya, ia tetap memperhatikan keberlanjutan dan konservasi alam. Dalam banyak proyeknya, ia berfokus pada pengelolaan air yang efisien, pemilihan tanaman yang ramah lingkungan, menggunakan tanaman lokal yang dapat tumbuh dengan baik di lingkungan tersebut, dan penggunaan bahan-bahan lokal yang lebih ramah lingkungan.

Keberlanjutan adalah elemen penting dalam desain lanskap Bensley. Ia sering memilih untuk, meminimalkan dampak negatif terhadap ekosistem lokal, dan menjaga keseimbangan alam.

Bensley sangat peduli terhadap konservasi alam dan banyak karyanya bertujuan untuk meminimalkan jejak ekologis dari pembangunan.

Contoh Karya Bill Bensley:

1.St.regis Hotel, Bali,Indonesia

Resor ini dirancang dengan thema gung ke laut Dimana  perencnaan disain mencerminkan perjalanan dari gunug kelaut, area lobby dan tangga utama yang menjadi jalur utama tamu menggambarkan gunung

2.Capella Ubud, Bali, Indonesia:

Resor ini menampilkan lanskap yang terinspirasi dari budaya Bali dan alam tropis. Bensley menggunakan elemen seperti kolam renang alami, tanaman tropis, dan struktur yang terbuat dari bahan alami untuk menciptakan suasana yang harmonis dengan alam.

3.Shinta Mani Wild (Kamboja)

Sebuah proyek resor mewah yang berfokus pada keberlanjutan dan konservasi alam. Bensley menggabungkan desain lanskap yang menghormati alam sekitar, dengan penggunaan material lokal dan elemen-elemen alami, seperti air terjun dan jalur-jalur yang mengalir, untuk menciptakan pengalaman yang terhubung dengan alam. Hotel ini menampilkan lanskap yang memadukan elemen tradisional Thailand dengan desain modern. Bensley menggunakan tanaman tropis, kolam air, dan patung-patung untuk menciptakan suasana yang tenang dan elegan.

4.Four Seasons Tented Camp Golden Triangle (Thailand)

Di sini, Bensley merancang sebuah kamp yang terletak di dalam hutan, menggunakan elemen alam yang kaya tekstur untuk menciptakan atmosfer magis dan petualangan. Desainnya juga mengintegrasikan elemen-elemen budaya lokal dan menciptakan ruang yang sangat responsif terhadap ekosistem hutan.

5.Soneva Kiri (Koh Kood, Thailand)

Sebuah resor yang dirancang dengan penuh perhatian terhadap keberlanjutan dan hubungan dengan alam. Bensley menggunakan jalur-jalur tersembunyi dan elemen air untuk menciptakan pengalaman yang menggugah, sekaligus memberikan kenyamanan dan keindahan alam bagi para pengunjung.

6.The Siam (Bangkok, Thailand)

Sebuah hotel dengan desain lanskap yang menonjolkan elemen-elemen alami, seperti kolam-kolam yang tidak teratur dan jalur asimetris, untuk menciptakan suasana yang lebih organik dan mendalam, menyatu dengan lingkungan sekitar.

7.InterContinental Danang Sun Peninsula Resort, Vietnam:

Resor ini menampilkan lanskap yang dramatis dengan pemandangan laut dan bukit. Bensley menggunakan tanaman lokal, kolam renang infinity, dan jalan setapak yang berkelok-kelok untuk menciptakan pengalaman yang memukau.

8.Dan masih banyak lagi contoh contoh lain karya Bill bensley didunia

 

Kesimpulannya?

Desain ala Bill Bensley bukan soal “lebih bagus” atau “lebih megah”. Akan tetapi  soal berani  bermain, bercerita, dan berani tampil beda. Ia mengajarkan bahwa desain yang baik bukan cuma tentang bentuk, tapi tentang perasaan yang ditinggalkan setelah orang melaluinya.

Maximalism bukan berarti berantakan, tapi kaya rasa dan pengalaman. Jika kamu seorang arsitek lanskap, belajar dari Bensley bisa jadi suntikan energi baru buat proyek-proyek kamu.

Bayangkan desainmu bukan cuma “taman yang cantik”, tapi ruang yang penuh petualangan dan rasa ingin tahu. Dan seperti yang selalu ditunjukkan oleh karya-karyanya: dalam desain, lebih baik terlalu berani daripada terlalu biasa.

Jadi, siapa tahu proyek lanskap berikutnya nggak cuma sekadar cantik... tapi penuh rasa. Dan siapa tahu, suatu hari nanti, kamu bikin orang berkata:
"Wah... ini kayak karya Bill Bensley!"

Kalau kamu punya proyek atau ide yang ingin dibawa ke level “Bensley-style”, mungkin sekarang saatnya. Cerita terbaik sering kali dimulai dari keberanian untuk jadi berbeda. Siapa tahu, ngopi sore berikutnya bukan di kafe, tapi di resort hasil desainmu sendiri

Label: , , , ,


Read more!
 
posted by smartlandscape at 12.23 | Permalink | 0 comments
Rabu, Mei 21, 2025
"Immersive Resort Design Bukan Sekadar Gaya Ini Adalah Strategi Sensorik yang Disengaja"





Immersive resort design bukan tentang tren estetika, melainkan strategi cerdas yang melibatkan semua indra. Artikel ini mengungkap bagaimana desain imersif menciptakan pengalaman tak terlupakan, membangun koneksi emosional, dan mengubah tamu menjadi brand advocate. Temukan prinsip-prinsipnya di sini!

Pernahkah Anda melangkah masuk ke sebuah resor dan merasa seperti dunia di luar telah lenyap? Aroma kayu cendana yang lembut menyelinap di udara, suara ombak yang berirama mengalun di kejauhan, dan sentuhan tekstur alami pada furnitur membuat Anda lupa waktu. Ini bukan kebetulan. Ini adalah desain resor imersif—bukan sekadar tren estetika yang cantik dipandang, tetapi strategi sensorik yang dirancang dengan sengaja untuk membius indra Anda dan menciptakan pengalaman yang tak terlupakan.

Mari kita ubah cara pandang kita tentang desain resor. Ini bukan tentang memilih warna yang sedang populer atau menumpuk dekorasi mewah. Desain imersif adalah tentang bagaimana sebuah tempat membuat Anda merasa. Ini adalah pendekatan cerdas yang melibatkan semua indra—penglihatan, pendengaran, sentuhan, bahkan penciuman—untuk membawa Anda ke dalam dunia yang dirancang khusus untuk Anda. Dan di balik keajaiban ini, ada strategi yang jauh lebih dalam dari sekadar keindahan visual.

Apa Itu Desain Resor Imersif?

Ketika mendengar "immersive resort design", banyak orang langsung membayangkan estetika yang instagrammable: kolam infinity yang memukau, dekorasi tropis yang eksotis, atau arsitektur futuristik. Tapi sebenarnya, desain imersif jauh lebih dalam dari sekadar tampilan visual.

Immersive design bukan tentang visual impact, tapi tentang respon fisiologis dan emosional. Ia menyentuh lima indera — dan kadang indra keenam: intuisi.

Mari kita lihat ulang definisinya:

Immersive Resort Design adalah pendekatan perancangan yang merangsang, mengorkestrasi, dan mengikat pengalaman multi-indera secara berkesinambungan agar pengguna tidak hanya ‘melihat’ tempat, tapi benar-benar ‘merasakan’, ‘mengingat’, dan ‘terhubung’ dengannya.”

Dengan kata lain, desain immersive adalah seni menghadirkan ruang yang tak bisa dilupakan.

Desain imersif bukanlah sekadar gaya dekorasi. Ini adalah metode yang sengaja dirancang untuk membawa pengunjung ke dalam narasi tertentu. Setiap elemen—dari pencahayaan hingga aroma—dipilih dengan cermat untuk membangun suasana yang kohesif. Tujuannya? Membuat Anda tenggelam sepenuhnya dalam momen tersebut, sehingga Anda tidak hanya berkunjung, tetapi benar-benar hidup di dalamnya.

Di banyak presentasi arsitektur atau pitch desain resort, istilah immersive sering melayang-layang seperti jargon gaya baru. Sebuah label yang tempelannya indah, namun substansinya kabur. Namun mari kita luruskan satu hal penting:

Immersive design bukan gaya. Bukan soal bohemian vibes atau tropical chic. Bukan tentang pemakaian anyaman, alang-alang, atau kolam pantul.

Immersive design adalah strategi pengalaman melainkan seni merancang interaksi emosional dan inderawi antara manusia dan tempat. Ini bukan tren. Ini taktik. Ini alat navigasi rasa.

Ini adalah strategi sensorik yang disengaja yang merupakan sebuah pendekatan holistik untuk menciptakan pengalaman yang memikat semua indra, membangun koneksi emosional, dan mengubah pengunjung menjadi brand advocate.


Mengapa Desain Imersif Bukan Sekadar "Gaya"?

Banyak orang salah mengira desain imersif sebagai tren sementara, seperti popularitas dinding beton ekspos atau furnitur minimalis. Namun, desain imersif jauh lebih dari itu. Ini adalah strategi yang berakar pada psikologi manusia. Kita semua terhubung dengan dunia melalui indra kita, dan ketika indra-indra itu dirangsang dengan cara yang tepat, pengalaman menjadi lebih mendalam, lebih bermakna.

Desain imersif sering disalahartikan sebagai tren estetika belaka. Padahal, ia berbeda dari sekadar mengikuti warna atau bentuk yang sedang populer.

  • ·        Tren bersifat sementara, sedangkan strategi imersif bertahan lama karena berfokus pada pengalaman manusia.
  • ·        Gaya hanya memengaruhi mata, sementara desain imersif melibatkan suara, aroma, sentuhan, bahkan emosi.
  • ·        Tren bisa ditiru, tetapi pengalaman imersif adalah unik bagi setiap merek.

Contoh nyata: Aman Resorts tidak sekadar menawarkan kamar mewah, melainkan jalan setapak yang berbisik di bawah kaki, aroma kayu cendana yang halus, dan ritme alam yang mengatur waktu. Ini bukan kebetulan — ini strategi.

Pikirkan tentang resor yang pernah Anda kunjungi. Mungkin ada yang terasa biasa saja—kamar yang rapi, tapi tidak ada yang spesial. Lalu bandingkan dengan tempat yang membuat Anda takjub: mungkin suara air terjun kecil di lobi, atau bantal yang terasa seperti pelukan lembut. Perbedaan itu bukan kebetulan. Resor yang imersif memahami bahwa keindahan sejati bukan hanya pada apa yang dilihat mata, tetapi pada apa yang dirasakan oleh seluruh diri Anda.

Bagaimana Desain Imersif Bekerja? (Framework Sensorik)

Baca selengkapnya »

Label: , , , , ,


Read more!
 
posted by smartlandscape at 01.32 | Permalink | 0 comments
Selasa, Oktober 18, 2016
RESOR ANTI HOTEL GAYA ADRIAN ZECHA (Bag 2 )
A manResort merupakan resor pertama yang dibangun Zecha di Phuket, Thailand, 1998. Selanjutnya, AmanResort menjadi merek yang ditaruh didepan nama resornya diseluruh dunia. Kebanyakan resornya didahului dengan kata “ Aman”. 

Kini, setidaknya 12 resor yang beroperasional dimana Zecha sebagai salah-satu pemegang sahamnya (45%). Di perancis, Amnresort memeiliki hotel Lezelin, sedangkan di Prancis polinesia ada Hotel Bora bora. Di Indonesia, kebanyakan ber-operasional di Bali dengan nama Amandari, Amankila, AmanNusa, AmanWana di pulau mojo,sumbawa dan Amanjiwo di Jogjakarta. Di Meksiko, mereka memiliki Hotel Mahakua Hacienda de San Antonis. Di philipina ada Amanpulo, Amanpuri di Thailand dan Amangani di AS. Masih dalam persiapan, pendirian tiga resor lagi bernama Maharesort di India, Di Maharesort, zecha tampaknya bermain sendiri, dan menurut rencana kalau selesai akan di merger dengan Amanresort.



Strategi Adrian Zecha 
Zecha amat meyakini setiap strateginya. namun, dia tidak pernah bombastis sebelum membuka resor baru. Dia sangat anti iklan dan publikasi berlebihan, yang menurutnya cenderung hiperbolis. Beberapa kawasan seperti mediteranian dan Karibia adalah sasaran berikutnya. Selain itu, Asia Selatan dan Tenggara tentu pula incarannya, terutama Indonesia. “ saya berkeinginan membesarkan perusahaan 2 dua kali lipat dalam 5-10 tahun kedepan” kata Zecha menjanjikan. 

Nama Adrian Zecha dan AmanResort bagai dua sisi mata uang yang tak terpisahkan, Ibarat Bill gates dengan Microsoft, Feeling bisnis Zecha juga tajam, termasuk memilih Lokasi baru Amanresort yang terbukti menjadi salah satu kunci sukses bisnisnya.

“Gampang sekali, karena banyak pecandu Aman diseluruh dunia, Mereka asset saya yang tak ternilai,” kata Zecha.

Mereka itulah, sambung mantan wartawan ini, yang merekomedasi lokasi-lokasi eksotis baru yang pas untuk resor ala Aman. Untuk membuktikan rekomendasi konsumennya, zecha terjun langsung ke lokasi. Dari sana kemudian dia mempertimbangkan biaya, ketersediaan barang dan segi keamanannya. Oleh karena itu, dia tidak gampang percaya kesan orang lain mengenai suatu lokasi.

 “ Lokasi itulah yang memberitahu saya, apa yang harus saya lakukan, bukan sebaliknya. Beberapa orang ( pengusaha) datang ke lokasi, mengubah dan merusaknya. Menurut saya, kalau anda menyukai lokasi, kenapa harus diubah bentuknya.”Tutur Zecha. 

Kiat AmanResort
Berbekal pengalamannya yang luas sebagai wartawan, Zecha paham gambaran umum desain resor. Memang, dia tidak terlibat langsung dalam perencanaan estetis dan elemen-elemen dasar resor. Yang penting dan menjadi pegangannya, desain resor harus sesuai dengan lokasi resort. Beberapa hal dasar lain adalah kesederhanaan, serta peka terhadap kultur setempat dan lingkungan.

” Kami selalu berinvestasi dan menampilkan sajian dengan cita-rasa tinggi,” ujar Zecha. 

Kendati dikelola manajemen yang sama, penampilan setiap resor sejauh mungkin unik dan istimewa. Boleh dikata, mereka punya kesamaan hanya dalam 1-2 hal – standar pelayanan. Perbedaanya, pengalaman para tamu yang menginap disana. Setiap tamu bisa saja merasakan sentuhan berbeda serta cerita beragam. Namun, yang pasti, itulah keunikan gaya hidup yang coba dipenuhi dengan sungguh sungguh oleh staf AmanResort diseluruh dunia. jangan heran kalau melihat pelayan resor menempelkan namanya di jidat. 

Harga Mahal tapi diminati 
Eksklusivitas Amnresort memang juga pada Harga. Karenanya, tak heranlah, tamu sekelas Prince Diana atau Robert Redford beta berminggu minggu tinggal disana, meski tarifnya mahal. Kendati dianggap mahal, manajemen mengganggap harga tersebut murah.

” Jika Produk anda Kategori produk missal, anda harus menjualnya pada level yang mampu di beli konsumen. Tapi, jika produk dalam jumlah terbatas, Anda tidak bias menciptakan uang kecuali dengan harga tinggi. Untuk itu, Tarif sebesar US$700 misalnya, untuk membayar layanan, perhatian dan ukuran ruangan. Dibanding yang ada dapatkan ditempat lain, kami jamin, kami member lebih banyak untu harga yang sama,” ungkap Zecha dengan gaya menjual.

Label:


Read more!
 
posted by smartlandscape at 00.45 | Permalink | 0 comments